Metode Guided Note Taking
a.
Pengertian Metode Guided
Note Taking
Kalimat Guided Note Taking
yang biasa disingkat dengan GNT berisi 3 (tiga) kata yakni
guide,
note
dan taking. Secara
etimologi guided berasal
dari kata guide sebagai
kata benda berarti buku pedoman, pemandu, dan sebagai kata kerja berarti
mengemudikan, menuntun, menjadi petunjuk jalan, membimbing dan mempedomani.
Sedangkan guided sebagai
kata sifat berarti kendali.[1] Note berarti
catatan dan taking sebagai kata benda yang
berasal dari take mempunyai arti pengambilan.[2]
Secara terminologi guided
note taking (GNT) atau catatan terbimbing adalah metode yang
digunakan guru dengan menyiapkan suatu bagan, peta konsep, skema (handout)
sebagai media yang dapat membantu siswa dalam membuat catatan
ketika seorang guru sedang menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah. Tujuan
metode GNT adalah
agar metode ceramah yang diterapkan oleh guru mendapat perhatian yang serius
dari siswa, terutama pada kelas yang jumlah siswanya cukup banyak.[3] Hal itu
berarti bahwa GNT tidak dapat dipisahkan dari metode ceramah,
bahkan merupakan suatu metode yang memberi bantuan agar penyajian secara
ceramah dapat ditingkatkan menjadi pembelajaran aktif (active learning). Oleh
karena itulah Silberman mengelompokkan metode ini ke dalam pembelajaran aktif
pada kelas penuh (banyak) untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara aktif.[4]
Ceramah merupakan salah
satu metode mengajar yang paling banyak digunakan dalam proses belajar
mengajar. Metode ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran kepada
siswa secara langsung atau dengan cara lisan. Penggunaan metode ini sifatnya
sangat praktis dan efisien bagi pemberian pengajaran yang bahannya banyak dan
mempunyai banyak siswa. Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan. Oleh karena itu
metode ini boleh dikatakan sebagai metode pengajaran tradisional karena sejak
dulu metode ini digunakan sebagai alat komunikasi guru dalam menyampaikan
materi pelajaran.
Menggunakan metode ceramah
banyak dipandang sebagai cara penyajian pelajaran yang buruk dan banyak dihujat
sebagai faktor yang ikut menurunkan prestasi belajar. Hal ini boleh jadi benar,
terutama, jika semua penyajian bahan pembelajaran sejak awal hingga akhir
semuanya disajikan dengan berceramah.
Terlepas dari “hujatan”
sebagian orang terhadap metode ceramah, pernyataan Dirta Hadisusanto dan Maman
Achdiat, perlu disimak terlebih dahulu ketika mengatakan:
Apakah ceramah masih ada
gunanya sebagai metode mengajar? Jawaban atas pertanyaan tersebut tergantung
pada ‘digunakan untuk apa’ Metode Ceramah itu. Dari berbagai hasil penelitian
tentang efektifitas Metode Ceramah dibandingkan dengan metode-metode yang lain,
dapat dikemukakan secara garis besar bahwa Metode Ceramah sangat efektif untuk
menyampaikan informasi dan bahan-bahan yang bersifat informatif. Namun metode
ceramah tidak akan efektif kalau digunakan untuk usaha-usaha meningkatkan
penalaran atau untuk mengubah/mengembangkan sikap tanpa variasi dalam teknik
penggunaannya.[5]
Pernyataan di atas
menegaskan bahwa ceramah tidak selamanya buruk, bahkan sangat efektif untuk
penyajian yang bersifat informatif, apalagi penyajian dengan metode yang
bervariasi. Apalagi metode ceramah dapat dimodifikasi dan digabung dengan
metode penyajian bahan yang lain.
Metode ceramah, menurut
Suryono dkk., memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1)
Dapat menampung
kelas besar, tiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan, dan
karenanya biaya yang diperlukan menjadi relatif lebih murah.
2)
Konsep yang
disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa.
3)
Guru dapat
memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting hingga waktu dan energi dapat
digunakan sebaik mungkin.
4)
Kekurangan atau
tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat
terlaksananya pelajaran dengan ceramah.[6]
Sedangkan
beberapa kelemahan metode ceramah yang perlu diantisipasi terlebih dahulu
sebelum memutuskan untuk menggunakan metode ceramah adalah sebagai berikut:
1)
Pelajaran
berjalan membosankan dan siswa-siswa dapat menjadi pasif, karena tidak
berkesempatan untuk menemukan sendiri oleh konsep yang diajarkan. Siswa hanya
aktif membuat catatan saja.
2)
Kepadatan
konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan
yang diajarkan.
3)
Pengetahuan
yang diperoleh melaui ceramah lebih cepat terlupakan.[7]
Berdasarkan uraian di atas
dapat ditarik benang merahnya, bahwa untuk kelas besar, maka metode ceramah
masih dapat dipandang sebagai cara terbaik terutama dalam penyajian yang
bersifat informatif, dengan meminimalisir kelemahan-kelemahan yang terdapat
pada metode ceramah.
Beberapa cara yang efektif
untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan metode ceramah dapat dilakukan dengan
beberapa cara: [8]
1)
Membangkitkan minat siswa:
a)
Memapaparkan
kisah atau tayangan menarik, dengan menyajikan anekdot yang relevan, kisah
fiksi, kartun atau gambar grafis yang bisa menarik perhatian siswa terhadap apa
yang akan dijelaskan.
b)
Mengajukan
soal cerita, dengan mengajukan soal yang nantinya akan menjadi bahan sajian
dalam penyampaian materi dengan metode ceramah.
c)
Pertanyaan
penguji, dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa (apersepsi) agar mereka
termotivasi untuk mendengarkan ceramah dalam rangka mendapatkan jawabannya.
2)
Memaksimalkan pemahaman
dan pengingatan:
a)
Membuat headline, dengan menyusun kembali point-point utama dalam ceramah menjadi
kata-kata kunci yang berfungsi sebagai subjudul verbal atau bantuan mengingat.
b)
Membuat
contoh dan analogi, dengan memberikan gambaran nyata tentang gagasan dalam
penceramahan dan jika memungkinkan membuat perbandingan antara materi dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa.
c)
Membuat
cadangan visual, dengan menggunakan grafik lipat, transparansi, buku pegangan
yang memungkinkan siswa melihat dan mendengar apa yang disampaikan.
3)
Melibatkan siswa selama
ceramah berlangsung:
a)
Tantangan
kecil, dengan melakukan interupsi ceramah secara berkala dan guru menantang siswa
untuk memberikan contoh tentang konsep-konsep yang telah disajikan.
b)
Latihan
yang memperjelas, yaitu selama guru menyajikan materi, maka guru menyelinginya
dengan kegiatan-kegiatan yang memperjelas apa yang sedang disampaikan.
3)
Memperkuat apa yang telah
disampaikan:
a)
Membuat
soal penerapan, dengan mengajukan masalah atau pertanyaan untuk dipecahkan oleh
siswa berdasarkan informasi yang disampaikan selama proses pembelajaran.
b)
Tinjauan
siswa, dengan memerintahkan siswa untuk meninjau isi dari penyampaian pelajaran
kepada sesama siswa, atau memberi siswa tes penilaian diri.
Salah
satu metode pembelajaran yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan metode
ceramah, dan meningkatkannya menjadi pembelajaran aktif (active
learning), adalah metode GNT.[9] Dalam
hal ini siswa dibimbing untuk membuat catatan-catatan penting secara terarah,
dan bukan catatan-catatan yang sia-sia.
b.
Kunggulan Metode GNT
1)
Metode
pembelajaran ini cocok untuk kelas besar dan kecil.
2)
Metode
pembelajaran ini dapat digunakan sebelum, selama berlangsung, atau sesuai
kegiatan pembelajaran.
3)
Metode
pembelajaran ini cukup berguna untuk materi pengantar.
4)
Metode
pembelajaran ini sangat cocok untuk materi-materi yang mengandung fakta-fakta,
sila-sila, rukun-rukun atau prinsip-prinsip dan definisi-definisi.
5)
Metode
pembelajaran ini mudah digunakan ketika peserta didik harus mempelajari materi
yang bersifat menguji pengetahuan kognitif.
6)
Metode
pembelajaran ini cocok untuk memulai pembelajaran sehingga peserta didik akan
terfokus perhatiannya pada istilah dan konsep yang akan dikembangkan dan yang
berhubungan dengan mata pelajaran untuk kemudian dikembangkan menjadi konsep
atau bagan pemikiran yang lebih ringkas.
7)
Metode
pembelajaran ini dapat digunakan beberapa kali untuk merangkum bab-bab yang
berbeda.
8)
Metode
pembelajaran ini cocok untuk menggantikan ringkasan yang bersifat naratif atau
tulisan naratif yang panjang.
9)
Metode
pembelajaran ini dapat dimanfaatkan untuk menilai kecenderungan seseorang
terhadap suatu informasi tertentu
10) Metode
pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif, karena memberikan
kesempatan mengembangkan diri, fokus pada handout dan materi ceramah serta
diharapkan mampu memecahkan masalah sendiri dengan menemukan (discovery)
dan bekerja sendiri.
c.
Kelemahan Metode GNT
1)
Jika guided
note taking digunakan sebagai metode pembelajaran pada setiap materi
pelajaran, maka guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2)
Kadang-kadang
dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang ditentukan.
3)
Kadang-kadang
sulit dalam pelaksanaan karena guru harus mempersiapkan handout atau
perencanaan terlebih dahulu, dengan memilah bagian atau materi mana yang harus
dikosongkan dan pertimbangan kesesuaian materi dengan kesiapan siswa untuk
belajar dengan metode pembelajaran tersebut.
4)
Guru-guru yang
sudah terlanjur menggunakan metode pembelajaran lama sulit beradaptasi pada
metode pembelajaran baru.
5)
Menuntut para
guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang telah
ditetapkan.
6)
Biaya untuk
penggandaan handout bagi sebagian guru masih dirasakan mahal dan kurang
ekonomis.[10]
d.
Metode GNT sebagai Pembelajaran Aktif
Kata pembelajaran adalah
terjemahan dari instruction, yang banyak dipakai di
dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh
aliran psikologi kognitif holistik yang menempatkan siswa sebagai sumber dari
kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi
yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat
berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, internet, televisi, gambar,
audio, dan sebagainya, yang secara keseluruhan mendorong terjadinya perubahan
peran guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Dari guru sebagai
satu-satunya sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar
mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Robert M. Gagne yang menyatakan
bahwa “Instruction
is a set of event that effect learners in such a way that learning is
facilitated”.[11] Oleh
karena itu mengajar menurut Gagne, merupakan bagian dari pembelajaran, dengan
konsekuensi peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau
mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau
dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.[12]
Metode GNT merupakan
salah satu metode yang menggunakan pendekatan pembelajaran aktif (active
learning). Pembelajaran aktif adalah berbagai bentuk pembelajaran
yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu
sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru dalam
proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk
mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga
semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga
dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju pada proses
pembelajaran.
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perhatian siswa berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu.
Penelitian Pollio menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan
pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian
McKeachie menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perhatian siswa dapat
mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.[13]
Kondisi tersebut merupakan
kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan
seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan, terutama disebabkan siswa
di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung lebih banyak menggunakan
indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di
kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan
Konfucius dikemukakan kembali oleh Silberman sebagai berikut:
”yang saya dengar, saya lupa,
yang saya lihat, saya ingat,
yang saya lakukan, saya paham”.[14]
Ketiga pernyataan itu
menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku
sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus
menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu
tidak tuntasnya penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman memodifikasi
dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan
paham belajar aktif (active learning), yaitu:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan
orang lain, saya mulai pahami.
Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan
pengetahuan dan keterampilan.
Yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai.[15]
Ada beberapa alasan yang
dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa
yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya
perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan
apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per
menit, sementara siswa hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya
(setengah dari yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan
guru sambil berpikir.[16]
Kerja otak manusia tidak
sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan
dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu
mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses
setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada
stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari
apalagi didengarkan saja dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada
proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula.
Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran, kesan yang
masuk dalam diri siswa semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini
disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling
menguatkan; apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual) dan apa yang
dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran
seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu
bagi pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.[17]
Menurut Bonwell
pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1)
Penekanan
proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh guru melainkan pada
pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas.
2)
Siswa tidak
hanya mendengarkan pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi.
3)
Penekanan pada
eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi.
4)
Siswa lebih
banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi.
5)
Umpan-balik
yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.[18]
Berdasarkan hal tersebut
jelas terlihat bahwa metode GNT adalah metode pembelajaran yang
meski dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari metode ceramah,[19] namun
metode ini cocok digunakan untuk memulai pembelajaran dan menghadirkan suasana
belajar yang aktif sehingga siswa akan terfokus perhatiannya pada istilah dan
konsep yang akan dikembangkan dan materi yang berhubungan dengan kompetensi
serta tujuan yang telah dirancang. Metode ini juga dapat meminimalisasi
kelemahan-kelemahan dari metode ceramah, yakni sebuah metode yang hanya
mengandalkan indera pendengaran sebagai alat belajar yang dominan.
e.
Penerapan Metode GNT dalam Pembelajaran
Beberapa model yang sering
digunakan dalam metode ini, mulai yang sederhana sampai yang bersifat kompleks,
dan sangat tergantung kepada kemampuan siswa, atas dasar jenjang pendidikannya.
Semakin tinggi jenjang pendidikannya maka akan semakin kompleks penyajiannya. Siswa
tingkat dasar, atau yang mula-mula diberikan dengan cara ini, maka biasanya
diberikan penyajian yang bersifat sederhana, dengan cara:
1)
Memberi
bahan ajar misalnya berupa handout kepada siswa
2)
Materi
ajar disampaikan dengan metode ceramah.
3)
Mengosongi
sebagian poin-poin yang penting sehingga terdapat bagian-bagian yang kosong
dalam handout tersebut.
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengosongkan istilah atau definisi
atau bisa dengan cara menghilangkan beberapa kata kunci.
4)
Menjelaskan
kepada siswa bahwa bagian yang kosong dalam handout tersebut memang sengaja
dibuat agar mereka tetap berkonsentrasi mengikuti pembelajaran.
5)
Selama
ceramah berlangsung siswa diminta untuk mengisi bagian-bagian yang kosong
tersebut.
6)
Setelah
penyampaian materi dengan metode ceramah selesai, guru meminta siswa untuk
membacakan handoutnya.
Menurut Melvin L.
Silberman ada beberapa variasi lain dalam metode GNT di antaranya ialah, Guru
menyiapkan lembar kerja yang memuat sub-sub topik utama dari materi yang akan
diajarkan.[20]
[1]John M. Echols
& Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2003), h. 283.
[3]Hisyam Zaini
dkk, Metode
Pembelajaran Aktif (Yogjakarta: CTSD, 2008), h. 32.
[4]Melvin L.
Silberman, Active
Learning:101 Cara Belajar Siswa Aktif, cet. VIII. terj. Raisul
Muttaqien, (Bandung: Nusa Cendikia, 2009), h. 19. dan h. 115.
[5]Dirto
Hadisusanto dan Maman Achdiat, Metode Ceramah (Jakarta: Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Depdikbud, 1987), h. 2.
[6]Suryono, dkk, Teknik
Belajar Mengajar dalam CBSA, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
h. 99.
[8]Silberman, Active
Learning, h. 46.
[10]http://izthyaziziblogspotcom.blogspot.com/2012/11/metode-guide-note-taking.html. diakses pada
12 Maret 2015.
[11]Yuli
Kwartolo, ”Sembilan Peristiwa Belajar Gagne” dalam Tabloid Penabur, No.
25 Tahun VII Maret 2009, h. 9.
[12]Wina Sanjaya, Pembelajaran
dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2005), h. 34.
[13]Kwartolo,
”Sembilan”, h. 10.
[14]Silberman, Active Learning, h. 23.
[16]Kwartolo,
”Sembilan”, h. 10.
[18]Zaldi Sukadi, Metode
Pembelajaran Aktif: Teori dan Praktik (Semarang: Insan Mulia, 2001), h. 75.
[20]Silberman, Acticve
Learning, 124.
0 komentar:
Posting Komentar