Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Mei 2015

MAKALAH ZAKAT

SUHENDRA

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    LATAR BELAKANG
ZAKAT (religious tax) sebagai salah satu pilar rukun Islam memiliki posisi sangat strategis untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan harmonis sebagai manifestasi dari Islam rah matan lil alamin. Dimensi-dimensi ketuhanan dan kemanusiaan me lekat erat sehingga dari zakat menghasilkan hubungan vertikal-horizontal dan terjadi keterlibatan seseorang dengan fungsi so sial agamanya.
Makanya tidak heran jika zakat dapat menciptakan keadaan baru yang mendatangkan kesadaran tinggi terhadap dimensi-dimensi yang terkandung di dalamnya meliputi ekonomi, budaya, politik dan sosial. Sangat urgennya zakat bisa kita ketahui dengan banyaknya kata zakat yang beriringan dengan salat di dalam Alquranulkarim. Ada tujuh puluh dua kali kata zakat yang dirangkai dengan kata salat.
Menanggapi hal itu, Yusuf Qardhawi mengatakan, “zakat dibahas dalam pokok bahasan ibadah, karena dipandang bagian yang tidak terpisah dari salat. Jika salat tiang agama maka zakat adalah mercusuar agama.” Ini menginterpretasikan bahwa penunaian zakat sebanding dengan pendirian salat, seperti yang tertera dalam surat Al-Baqarah ayat 43: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
Atau pada ayat 55 surat Al-Maidah: “Sesungguhnya walimu (penolongmu) ialah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan salat, membayar zakat dan mereka tunduk kepada Allah SWT.” Kemudian, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. Dan orang-orang yang membayar zakat.” (QS Al-Mukminuun 1-4).



BAB II
ZAKAT

A.     PENGERTIAN ZAKAT DAN DALIL HUKUM
Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, bersih, atau menambah kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT, dalam Surah At – Taubah : 103,
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y  öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
Artinya :
“ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Zakat menurut istilah ialah mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah sebagai sedekah wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum islam, sebagaimana firman Allah Swt.[1] Dalam Surah At – Taubah : 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
Artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[2]


Kedelapan golongan inilah yang berhak menerima zakat. Mereka itu adalah:
1.        Orang Fakir. Yaitu orang-orang yang tidak memiliki harta yang cukup untuk membiayai diri dan keluarganya selama kurang dari setengah tahun. Golongan ini berhak mendapatkan harta zakat sebanyak kebutuhan mereka selama satu tahun.
2.         Orang Miskin. Yaitu mereka yang tidak memiliki harta yang cukup untuk membiayai diri dan keluarganya selama kurang dari setahun. Bila keadaan seorang itu demikian, maka hendaknya juga diberikan kepadanya sebanyak yang mencukupinya dan keluarganya selama setahun.
3.        Pengelola Zakat. Yaitu orang-orang yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengelola harta zakat sejak penghitungan, pengumpulan dan pendistribusiannya. Mereka diberikan zakat sesuai dengan jenis pekerjaannya, meski mereka itu adalah orang-orang yang mampu.
4.        Orang-orang yang hendak dilunakkan hatinya kepada Islam (Muallaf). Mereka adalah para pemimpin dan pemuka kaum yang lemah imannya. Mereka diberi bagian dari zakat untuk melunakkan hatinya dan menguatkan keIslamannya.
5.        Budak. Mereka diberikan dari zakat dengan nominal yang bisa membebaskannya dari kungkungan perbudakan.
6.        Orang-orang yang Berhutang. Yaitu orang-orang yang tidak mampu melunasi hutangnya. Mereka diberikan zakat sejumlah utang yang melilitnya, sedikit atau banyak. Walaupun orang tersebut berkecukupan dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya saja, tidak dibolehkan bagi seorang yang berpihutang memutihkan utang seorang miskin dengan niat akan langsung mengambilnya dari uang zakat.
7.        Jihad fi Sabilillah. Zakat pun bisa digunakan untuk pembiayaan operasional jihad, termasuk dalam menuntut ilmu. Karena itu, boleh membelanjakan zakat untuk membeli buku-buku yang diperlukan oleh seorang penuntut ilmu, jika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhannya itu.
8.         Ibnu Sabil. Yaitu orang-orang yang kehabisan bekal dalam safar. Mereka ini hendaknya diberikan bekal dari harta zakat yang bisa mengantarnya sampai ke tujuan.


Zakat merupakan salah satu dari rukun islam yang lima. Allah swt telah menetapkan hukum wajibnya, baik dengan kitabnya maupun dengan sunnah Rasul-Nya serta ijma’ dari hamba-hamba-Nya. Allah swt telah mewajibkan zakat atas hambanya yaitu dengan menyebut ayat-ayat Al–Quran yang selalu beriringan dengan shalat antara lain dalam firman Allah swt. Surah al-muzammil : 20,[3]
¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ  
Artinya :
“ Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.







Ayat- ayat diatas dapat dijadikan sebagai dasar hukum kewajiban mengeluarkan zakat. Selain, dalil Al – Qur’an yang diwajibkan untuk berzakat, juga terdapat beberapa hadist Rasulullah Saw. Yang mewajibkan mengeluarkan zakat, antara lain :  
“Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu bersyahadat mengesakan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji.” (HR. Muslim).[4]
Bagi orang yang tidak membayar zakat akan mendapat ancaman dari Allah Swt. Ayat-ayat ancaman tersebut, antara lain terdapat dalam surah At –Taubah : 34 – 35 yang berbunyi :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ   tPöqtƒ 4yJøtä $ygøŠn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. šcrâÏYõ3s? ÇÌÎÈ  
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”,
“ pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."




Didalam surah Ali-Imran : 180. Ancaman tersebut berupa siksa yang pedih yakni pada saat emas dan perak itu dipanaskan di neraka jahannam dan diseterikakan pada kening, pinggang, dan punggung mereka. Kemudian, juga akan dikalungkan ke leher mereka sebagaimana firman-Nya berbunyi :[5]
Ÿwur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°; ( ö@t/ uqèd @ŽŸ° öNçl°; ( tbqè%§qsÜãy $tB (#qè=σr2 ¾ÏmÎ/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 ¬!ur ß^ºuŽÏB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur $oÿÏ3 tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇÊÑÉÈ  
Artinya :
“ sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.


B.     HUBUNGAN ZAKAT DENGAN SHALAT
Zakat dan shalat merupakan dua pokok ibadah yang satu sama lain erat hubungannya. Tidak kurang dari 32 (tiga puluh dua) kali Allah menyebutkan beriringan denan menyebutkan shalat.
Hal ini menunjukkan betapa eratnya perhubungan antara dua buah ibadat dalam hal keuntungannya, yang pertama (yakni zakat) seutama-utamanya ibadah badaniyah.
Seluruh ulama salaf dan khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat, yakni mengingkari wajibnya menyebabkan dihukum kufur.[6]






C.    HARTA YANG WAJIB DIZAKATI
1.      Zakat Emas dan Perak
Kewajiban zakat emas dan perak, diperintahkan dalam Al Quran: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”
“pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At Taubah (9): 34-35). Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan: Zakat diwajibkan atas keduanya (emas dan perak), sama saja apakah berupa mata uang, kepingan, atau masih gumpalan, pada saat dimiliki keduanya sudah mencapai nishab dan sudah se-haul (satu tahun) kepemilikannya, dan pemiliknya bebas dari hutang dan berbagai kebutuhan mendasar. (Lihat Fiqhus Sunnah, 1/339. Darul Kitab Al ‘Arabi).[7]
Nishab zakat emas adalah jika telah mencapai 20 Dinar dan selama satu tahun kepemilikan, maka zakatnya 1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR. Abu Daud No. 1573, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 1573).[8]
Satu Dinar adalah 4,25 gram emas. Jadi, jika sudah memiliki 85 gram emas, maka dikeluarkan zakatnya 2,125 gram. Nishab zakat perak adalah jika telah mencapai 200 Dirham selama setahun kepemilikan sebanyak 1/40-nya, yakni 5 dirham. (HR. Abu Daud No. 1574, At Tirmdizi No. 620, Ahmad No. 711, 1232, Al Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi bertanya kepada Imam Bukhari, apakah hadits ini shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat Sunan At Tirmidzi No. 620). [9]

2.       Zakat Tijarah (Perniagaan)
Ini adalah pandangan jumhur ulama sejak zaman sahabat, tabi’in, dan fuqaha berikutnya, tentang wajibnya zakat harta perniagaan, ada pun kalangan zhahiriyah mengatakan tidak ada zakat pada harta perniagaan. Zakat ini adalah pada harta apa saja yang memang diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai sendiri.  Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah mengatakan tentang batasan barang dagangan:
            Seandainya seseorang membeli sesuatu untuk dipakai sendiri seperti mobil yang akan dikendarainya, dengan niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu juga bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak wajib zakat, ). Hal ini berbeda dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil memang untuk dijual dan mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai dan menggunakan mobil itu untuk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan menjualnya, maka apa yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah mengeluarkan status barang itu sebagai barang perniagaan.
Jadi, yang jadi prinsip adalah niatnya. Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang tijarah walau pun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga sebaliknya jika seorang berniat merubah barang dagangan menjadi barang yang dia pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli fiqih) untuk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk ke dalam kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290) . Syaikh Muhammad Khaathir Rahimahullah (mufti Mesir pada zamannya) berkata: Tanah yang dipersiapkan untuk didirikan bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan untuk dibisniskan dengan mengembangkannya. (Fatawa Al Azhar, 1/157. Fatwa 15 Muharam 1398) .



3.      Zakat Hasil Tanaman dan Buah-Buahan
Para fuqaha sepakat atas kewajiban zakat tanaman dan buah-buahan. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam jenis tanaman dan buah apa saja yang dizakatkan. Secara ringkas sebagai berikut:
a. Zakat tanaman dan buah-buahan hanya pada yang disebutkan secara tegas oleh syariat, seperti gandum, padi, biji-bijian, kurma dan anggur, selain itu tidak ada zakat. Ini pendapat Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Asy Sya’bi. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Asy Syaukani. Pendapat ini berdasarkan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ketika mereka diutus ke Yaman:
“Janganlah kalian ambil zakat kecuali dari empat macam: biji-bijian, gandum, anggur kering, dan kurma. “ (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1459, katanya: shahih. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7242 , Ad Daruquthni No. 15). Secara khusus tidak adanya zakat sayur-sayuran (Al Khadharawat),
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Pada sayur-sayuran tidak ada zakatnya”. (HR. Al Bazzar No. 940, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 5921. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 5411) Maka, tidak ada zakat pada semangka, jambu, durian, sayur-sayuran, dan lainnya yang tidak disebutkan oleh nash. Kecuali jika buah-buahan dan tanaman ini diperdagangkan, maka masuknya dalam zakat tijarah.
b. Sayur-sayuran dan semua yang dihasilkan oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, juga Imam Ibnul ‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan umumnya ulama kontemporer. Dasarnya keumuman firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu .. (QS. Al Baqarah (2): 267) [10]

Juga keumuman hadits: Apa saja yang disirami air hujan maka zakatnya sepersepuluh. (Hadits yang semisal ini diriwayatkan oleh banyak imam diantaranya: Al Bukhari, At Tirmidzi, An Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Al Baihaqi, Ath Thabarani, Ad Daruquthni, Al Baghawi, Al Bazzar, Ibnu Hibban, Ath Thahawi, dan Ibnu Khuzaimah) Maka, hasil tanaman apa pun mesti dikelurkan zakatnya, baik yang dikeluarkan adalah hasilnya itu, atau harganya. 
Pendapat Al Qadhi Abu Yusuf yang mengatakan semua yang tumbuh dari bumi mesti dizakatkan, selama yang bisa bertahan dalam setahun. Ada pun yang tidak bisa bertahan dalam setahun seperti mentimun, sayur-sayuran, semangka, dan yang apa saja yang akan busuk dalam waktu sebelum setahun, maka itu tidak ada zakat.  Kalangan Malikiyah berpendapat, hasil bumi yang dizakatkan memiliki syarat yaitu yang bertahan (awet) dan kering, dan ditanam oleh orang, baik sebagai makanan pokok seperti gandum dan padi, atau bukan makanan pokok seperti jahe dan kunyit. Mereka berpendapat tidak wajib zakat pada buah tin, delima, dan sayur-sayuran. Kalangan Syafi’iyah berpendapat, hasil bumi wajib dizakatkan dengan syarat sebagai makanan pokok dan dapat disimpan, serta ditanam oleh manusia, seperti padi dan gandum. Tidak wajib zakat pada sayur-sayuran.
Nishabnya adalah jika hasilnya sudah mencapai 5 wasaq, sebagaimana disebutkan dalam hadits, Tidak ada zakat pada apa-apa yang kurang dari lima wasaq. (HR. Bukhari No. 1484, Muslim No. 979).[11] Lima wasaq adalah enam puluh sha’ berdasarkan ijma’, dan satu sha’ adalah empat mud, lalu satu mud adalah seukuran penuh dua telapak tangan orang dewasa. Dr. Yusuf Al Qaradhawi telah membahas ini secara rinci dalam kitab monumental beliau, Fiqhuz Zakah, dan menyimpulkan bahwa lima wasaq adalah setara dengan +/- 653 Kg. 




4.      Zakat Ternak
Zakat hewan ternak (Al An’am) pada Unta, Sapi, Kerbau dan Kambing (dengan berbagai variannya) adalah ijma’ , tidak ada perbedaan pendapat. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:Telah datang berbagai hadits shahih yang menjelaskan kewajiban zakat pada Unta, Sapi, dan Kambing, dan umat telah ijma’ (sepakat) untuk mengamalkannya. Zakat ini memiliki syarat: sudah sampai satu nishab, berlangsung selama satu tahun, dan hendaknya hewan tersebut adalah hewan yang digembalakan, yaitu memakan rumput yang tidak terlarang sepanjang tahun itu. (Fiqhus Sunnah, 1/363).
Sedangkan, selain hewan Al An’am tidak wajib dizakatkan, seperti kuda, keledai, ayam, ikan, bighal, kecuali jika semua dijual, maka masuknya dalam zakat tijarah (perniagaan). Wallahu A’lam. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:Tidak ada zakat pada hewan-hewan selain Al An’am, maka tidak ada zakat pada kuda, bighal (peranakan kuda dan keledai), keledai, kecuali jika untuk diperdagangkan. (Fiqhus Sunnah, 1/368).[12]
Namun demikian, tidak semua Al An’am bisa dizakatkan, ada syarat yang mesti dipenuhi:
1. Sampai nishabnya
2. Sudah berlangsung satu tahun (haul)
3. Hendaknya hewan ternak itu adalah hewan yang digembalakan, yang memakan rumput yang tidak terlarang dalam sebagai besar masa setahun itu. 
Tiga syarat ini merupakan pendapat mayoritas ulama, kecuali Imam Malik dan Imam Laits bin Sa’ad. Menurut mereka berdua, hewan ternak yang makanannya disabitkan (bukan digembalakan) juga boleh dizakatkan.  Syaikh Sayyid Sabiq mengomentari: Tetapi hadits-hadits yang ada dengan gamblang mengkhususkan dengan hewan yang digembalakan, dan hal itu membawa pengertian: bahwa yang disabitkan rumputnya tidaklah wajib zakat, karena penyebutan tersebut mesti ada faidahnya, agar ucapan itu tidak sia-sia. (, 1/364).[13]
Zakat Unta, berikut rincian dalam Fiqhus Sunnah:
• Nishabnya 5 ekor, mesti dikeluarkan 1 ekor kambing biasa yang sudah berusia setahun lebih, atau kambing benggala (dha’n), seperti kibas, biri-biri, berusia setahun. 
• Jika 10 ekor, maka yang dikeluarkan 2 ekor kambing betina, dan seterusnya jika bertambah lima bertambah pula zakatnya satu ekor kambing betina.
• Jika banyaknya 25 ekor, maka zakatnya 1 ekor anak unta betina umur 1-2 tahun, atau 1 ekor anak unta jantan umur 2-3 tahun.
• Jika 36 ekor, zakatnya 1 ekor anak unta betina usia 2-3 tahun
• Jika 46 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina berumur 3-4 tahun
• Jika 61 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina 4-5tahun
• Jika 76 ekor, zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 2-3 tahun
• Jika 91 ekor sampai 120 ekor, zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 3-4 tahun 
- Zakat Sapi
• Tidak wajib zakat jika belum sampai 30 ekor, dalam keadaan digembalakan, dan sudah satu haul, zakatnya 1 ekor sapi jantan atau betina berumur 1 tahun
• Jika 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina berumur 2 tahun
• Jika 60 ekor, zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun
• Jika 70 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina umur 2 tahun dan 1 ekor sapi jantan berumur 1 tahun
• Jika 80 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina umur 2 tahun
• Jika 90 ekor, zakatnya 3 ekor sapi umur 1 tahun
• Jika 100 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina umur 2 tahun, serta 2 ekor sapi jantan umur 1 tahun 
• 110 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina umur 2 tahun, dan 1 ekor sapi jantan umur 1 tahun
• 120 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina berumur 2 tahun, atau 4 ekor sapi umur 1 tahun. Dan seterusnya, jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap 40 ekor adalah 1 ekor sapi betina berumur 2 tahun.
- Zakat kambing
• Tidak dizakatkan kecuali sudah mencapai 40 ekor. Jika berjumlah antara 40-120 ekor dan sudah cukup satu haul, maka zakatnya 1 ekor kambing betina.
• Dari 121-200 ekor, zakatnya adalah 2 ekor kambing betina
• Dari 201-300 ekor, zakatnya adalah 3 ekor kambing betina. Dan seterusnya, tiap tambahan 100 ekor, dikelurkan 1 ekor kambing betina. Dari domba berumur 1 tahun, dari kambing biasa 2 tahun. Jika kambingnya hanya ada yang jantan, maka boleh dikeluarkan yang jantan. Jika sebagian jantan dan sebagian betina, atau semuanya betina, ada yang membolehkan jantan, ada juga hanya betina yang dizakatkan.

5.       Zakat Rikaz dan Barang Tambang (Ma’din)
Definisi Rikaz sebagai berikut: Berkata Imam Malik: “Perkara yang tidak lagi diperselisihkan bagi kami dan yang saya dengar dari para ulama, bahwa mereka mengatakan rikaz adalah harta terpendam yang dipendam sejak masa jahiliyah, untuk menemukannya tidak membutuhkan ongkos, tidak juga upaya keras dan tenaga besar untuk mencarinya. Sedangkan yang ditemukan dengan menggunakan ongkos dan bersusah payah mencarinya, yang kadang bisa berhasil, waktu lain bisa gagal, maka itu bukan rikaz.” (Al Muwaththa’ No. 585, riwayat Yahya Al Laitsi). [14]

Sedangkan Ma’din (barang tambang) adalah: diambil dari kata ya’danu – ‘ad-nan yang artinya menetap pada suatu tempat. Nishab zakat emas adalah jika telah mencapai 20 Dinar dan selama satu tahun kepemilikan, maka zakatnya 1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR. Abu Daud No. 1573, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 1573). Nishab zakat perak adalah jika telah mencapai 200 Dirham selama setahun kepemilikan sebanyak 1/40-nya, yakni 5 dirham. (HR. Abu Daud No. 1574, At Tirmdizi No. 620, Ahmad No. 711, 1232, Al Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi bertanya kepada Imam Bukhari, apakah hadits ini shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat Sunan At Tirmidzi No. 620). [15]
Dalil wajibnya zakat rikaz adalah: Dan pada rikaz zakatnya adalah seperlima (khumus). (HR. Bukhari No. 1499, Muslim No. 1710) Hadits ini menunjukkan wajibnya zakat rikaz, dan berapa yang mesti dikeluarkan, yakni 1/5, atau 20 %.Rikaz yang mesti dikeluarkan zakatnya adalah: Rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya seperlima adalah semua yang berupa harta seperti emas, perak, besi, timah, tembaga, bejana, dan yang semisalnya. Inilah pendapat Hanafiyah, Hanabilah, Ishaq, Ibnul Mundzir, satu riwayat dari Malik, salah satu pendapat dari Asy Syafi’i.
Pendapat yang lain: bahwa seperlima tidaklah wajib kecuali pada mata uang: yaitu emas dan perak. (Fiqhus Sunah, 1/374) Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mennyebutkan: Semua ulama yang telah saya ketahui telah sepakat, bahwa orang dzimmi juga wajib mengeluarkan zakat rikaz yang ditemukannya sebesar 1/5. Ini menjadi pendapat Malik, penduduk Madinah, Ats Tsauri, Al Awza’i, penduduk Iraq, ashhab ar ra’yi (pengikut Imam Abu Hanifah), dan selain mereka. Imam Asy Syafi’i berkata: tidak wajib seperlima kecuali kepada orang yang wajib berzakat, karena zakat adalah zakat. Diceritakan darinya, bahwa anak-anak dan wanita tidaklah memiliki rikaz. (Al Mughni, 5/400) .Zakat rikaz dikeluarkan tanpa menunggu haul, tapi dikeluarkan ketika menemukannya, juga tidak ada nishab. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas).


6.       Zakat Profesi/Penghasilan/Mata Pencaharian
Ini adalah jenis zakat yang diperselisihkan para ulama. Hal ini sama dengan sebagian zakat lainnya, seperti zakat sayur-sayuran, buah-buahan selain kurma, dan zakat perdagangan. Sebagian kalangan ada yang bersikap keras menentang zakat profesi, padahal perbedaan seperti ini sudah ada sejak masa lalu, ketika mereka berbeda pendapat tentang ada tidaknya zakat sayuran, buah, dan perdagangan tersebut. Seharusnya perbedaan pendapat yang disebabkan ijtihad seperti ini tidak boleh sampai lahir sikap keras apalagi membid’ahkan.
Mereka yang mendukung pendapat ini seperti Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi: Profesi yang dengannya menghasilkan uang, termasuk kategori harta dan kekayaan. Kekayaan dari penghasilan bersifat berkembang dan bertambah, tidak tetap, ini sama halnya dengan barang yang dimanfaatkan untuk disewakan. Dilaporkan dari Imam Ahmad, bahwa beliau berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun.
Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab, walau tanpa haul. Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani setiap memetik hasilnya. Bukankah petani juga profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan qiyas dalam masalah ini, tetapi pihak yang mendukung mengatakan bukankah zakat fitri dengan beras ketika zaman nabi juga tidak ada? Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan kurma dan gandum? Saat ini ada zakat fitri dengan beras karena beras adalah makanan pokok di Indonesia, tentunya ini juga menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan dengan makanan pokok negeri Arab saat itu, kurma dan gandum. Jadi, makanan apa saja yang menjadi makanan pokok-lah yang dijadikan alat pembayaran zakat. Jika mau menolak, seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras yang hanya didasarkan dengan qiyas sebagai makanan pokok.

Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana mungkin Islam mewajibkan zakat kepada petani yang pendapatannya tidak seberapa, namun membiarkan para pengusaha kaya, pengacara, dokter, dan profesi prestise lainnya menimbun harta mereka? Kita hanya berharap mereka mau bersedekah sesuai kerelaan hati?
Dalam perspektif maqashid syari’ah (tujuan dan maksud syariat), adanya zakat profesi adalah sah. Sebab lebih mendekati keadilan dan kemaslahatan, serta sesuai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS. Al Baqarah (2): 267)[16]
 Bukankah zakat penghasilan diambil dari hasil usaha yang baik-baik saja? Mereka berpendapat bahwa zakat profesi ada dua jenis pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan manusia. Pertama, untuk orang yang gajian bulanan, maka pendekatannya dengan zakat tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq, senilai dengan 653 Kg gabah kering giling, dan dikeluarkan 2,5%, yang dikeluarkan ketika menerima hasil (gaji), tidak ada haul.
Kedua, bagi yang penghasilannya bukan bulanan, seperti tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan semisalnya, menggunakan pendekatan zakat harta, yakni nishab senilai dengan 85gr emas setelah diakumulasi dalam setahun, setelah dikurangi hutang konsumtif, dikeluarkan sebesar 2,5%.. Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan yang mengikuti mereka, berpendapat tidak ada zakat profesi. Sebab Al Quran dan As Sunnah secara tekstual tidak menyebutkannya.
Mereka menganggap, aturan main zakat profesi tidaklah konsisten. Kenapa nishabnya diqiyaskan dengan zakat tanaman (5 wasaq), tetapi yang dikeluarkan bukan dengan ukuran zakat tanaman pula? Seharusnya dikeluarkan adalah 5% atau 10% sebagaimana zakat tanaman, tetapi zakat profesi mengeluarkan zakatnya adalah 2,5% mengikuti zakat emas. Sementara Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan. 
D.     HIKMAH ZAKAT
Zakat mengandung beberapa hikmah, baik bagi perseorangan maupun masyarakat. Diantara hikmah dan faedah zakati itu ialah:
1.      Mendidik jiwa manusia suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil.
2.      Zakat mengandung rasa persamaan yang memikirkan nasib manusia dalam suasana persaudaraan.
3.      Zakat memberi arti bahwa manusia itu bukan hidup untuk dirinya sendiri, sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari masyarakat islam.
4.      Seorang muslim harus mempunyai sifat-sifat baik dalam hidup perseorangan, yaitu murah hati, penderma dan penyayang.
5.       Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri hati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
6.      Zakat bersifat sosialistis, karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.[17]

E.     FAEDAH ZAKAT
Faedah Diniyah (segi agama)
1.        Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2.        Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
3.        Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaqalaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.[18]
4.        Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
1.         Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
2.         Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3.         Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
4.         Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
1.         Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2.         Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3.         Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4.         Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
5.         Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

F.     PENDIDIKAN DI DALAM ZAKAT
1.      Silaturrahmi melalui dua jalur. Vertikal dan horizontal. Dalam istilah kerennya : hablumminallah wa hablumminannas. Dapat dijalankan dalam satu waktu melalui rukun islam yang ke 3 yaitu zakat.
2.      Tolong menolong. Anatara muzakki dan mustahiq. Si pemberi diberikan (muzakki) Allah ganjaan pahala dan sipenerima (diberikan) rezeki baik berupa bahan pokok maupun uang. Dalam istilah biologinya itu “simbiosis mutualisme”
3.      Jujur, tidak boleh dikurang-kurangi, zakat fitrah 2,7 sudah pasti tidak boleh dikurangi maupun zakat mal apabila sudah sampai nisabnya maka wajiblah di zakati.
4.      Ikhlas, dalam berzakat. Tidak dibenarkan mengungkit- ungkit apa yang telah kita zakatin itu.
5.      Tujuan sama namun jalannya berbeda, maksudnya harta yang akan dizakati itu berbeda seperti makanan pokok yaitu gandum, beras danlain-lain maupun berupa uang tunai dengan jumlah yang telah ditentukan dengan maksud dan tujuan yang sama.
6.      Taat hukum, bahwa membayar zakat adalah salah satu dari rukun islam yang wajib di tunaikan.
7.      Suci. Dengan membayar zakat.hartadan hati kita itu akan bersih sifat kikir dengki dan egois.

-                 4 dimensi dalam zakat
1.      ekonomi,
2.      budaya,
3.      politik
4.      sosial.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, bersih, atau menambah kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT, dalam Surah At – Taubah : 103,

Artinya :
“ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Zakat dan shalat merupakan dua pokok ibadah yang satu sama lain erat hubungannya. Tidak kurang dari 32 (tiga puluh dua) kali Allah menyebutkan beriringan denan menyebutkan shalat.
Hal ini menunjukkan betapa eratnya perhubungan antara dua buah ibadat dalam hal keuntungannya, yang pertama (yakni zakat) seutama-utamanya ibadah badaniyah.
Seluruh ulama salaf dan khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat, yakni mengingkari wajibnya menyebabkan dihukum kufur.[19]

-                 4 dimensi dalam zakat
5.      ekonomi,
6.      budaya,
7.      politik
8.      sosial.








DAFTAR PUSTAKA


Departemen Kementrian Agama RI, Alquran Terjemah, Toha Putra. Semarang, 2007
Dr. Ali Imran Sinaga. MA, Fiqih, Cita Pustaka Media Perintis, Medan, 2011.
Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Toha Putra, Semarang, 1978.
H. Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam, Sihar Baru Algensindo, Bandung, 1998.
Muchlis Sobir, Riyadus Shalihin, Toha Putra.Semarang , 1999.
Sayyid Sabiq, fiquh Sunnah, Toha Putra, Semarang, 2007.
Shahih Bukhari, No. 1484.
Yahya Al Laitsi, Al Muwaththa, No. 585.





[1] Dr. Ali Imran Sinaga. MA, Fiqih, (Medan, Cita Pustaka Media Perintis, 2011 ). Hlm. 89-101
[2] Departemen Kementrian Agama RI, Alquran Terjemah, Toha Putra. Semarang , 2007
[3] Ibid, Alquran terjemah.
[4] Muchlis Sobir, Riyadus Shalihin, Toha Putra.Semarang ,1999.
[5] Ibid, Al Quran terjemah
[6] Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Toha Putra, Semarang, 1978. Hlm. 384
[7] Sayyid Sabiq, fiquh Sunnah, Toha Putra, semarang, 2007. Hlm. 339.
[8] Sunan Abi Daud, Shahih wa dhaif, Toha Putra, semarang, No. 1573.
[9] Sunan At Tirizi, No.625.
[10] Ibid, Al Quran Trejemah.
[11] Shahih Bukhari, No. 1484.
[12] Ibid, fiqhus Sunnah, hlm. 364.
[13] Ibid, fiqhus Sunnah, hlm. 364.
[14] Yahya Al Laitsi, Al Muwaththa, No. 585.
[15] Ibid, At Tarmizi, No. 620.
[16] Ibid, Al Quran Terjemah.
[17] H. Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam, Sihar Baru Algensindo, Bandung, 1998. Hlm. 217
[18] Ibid, Al Quran terjemah
[19] Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu, Fiqih Islam Lengkap, Toha Putra, Semarang, 1978. Hlm. 217