BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
ZAKAT (religious tax) sebagai salah satu pilar rukun
Islam memiliki posisi sangat strategis untuk menciptakan masyarakat yang
sejahtera dan harmonis sebagai manifestasi dari Islam rah matan lil alamin.
Dimensi-dimensi ketuhanan dan kemanusiaan me lekat erat sehingga dari zakat
menghasilkan hubungan vertikal-horizontal dan terjadi keterlibatan seseorang dengan
fungsi so sial agamanya.
Makanya tidak heran jika zakat dapat menciptakan
keadaan baru yang mendatangkan kesadaran tinggi terhadap dimensi-dimensi yang
terkandung di dalamnya meliputi ekonomi, budaya, politik dan sosial. Sangat
urgennya zakat bisa kita ketahui dengan banyaknya kata zakat yang beriringan
dengan salat di dalam Alquranulkarim. Ada tujuh puluh dua kali kata zakat yang
dirangkai dengan kata salat.
Menanggapi hal itu, Yusuf Qardhawi mengatakan, “zakat
dibahas dalam pokok bahasan ibadah, karena dipandang bagian yang tidak terpisah
dari salat. Jika salat tiang agama maka zakat adalah mercusuar agama.” Ini menginterpretasikan
bahwa penunaian zakat sebanding dengan pendirian salat, seperti yang tertera
dalam surat Al-Baqarah ayat 43: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
Atau pada ayat 55 surat Al-Maidah: “Sesungguhnya
walimu (penolongmu) ialah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang
mendirikan salat, membayar zakat dan mereka tunduk kepada Allah SWT.” Kemudian,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang
khusyuk dalam salatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tidak berguna. Dan orang-orang yang membayar zakat.” (QS
Al-Mukminuun 1-4).
BAB II
ZAKAT
A. PENGERTIAN ZAKAT
DAN DALIL HUKUM
Zakat menurut bahasa
artinya tumbuh, bersih, atau menambah kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT,
dalam Surah At – Taubah : 103,
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya
:
“ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”.
Zakat menurut istilah
ialah mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah sebagai
sedekah wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh hukum islam, sebagaimana firman Allah Swt.[1]
Dalam Surah At – Taubah : 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya
:
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[2]
Kedelapan
golongan inilah yang berhak menerima zakat. Mereka itu adalah:
1.
Orang Fakir. Yaitu orang-orang yang
tidak memiliki harta yang cukup untuk membiayai diri dan keluarganya selama
kurang dari setengah tahun. Golongan ini berhak mendapatkan harta zakat
sebanyak kebutuhan mereka selama satu tahun.
2.
Orang Miskin. Yaitu mereka yang
tidak memiliki harta yang cukup untuk membiayai diri dan keluarganya selama
kurang dari setahun. Bila keadaan seorang itu demikian, maka hendaknya juga
diberikan kepadanya sebanyak yang mencukupinya dan keluarganya selama setahun.
3.
Pengelola Zakat. Yaitu orang-orang
yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengelola harta zakat sejak penghitungan,
pengumpulan dan pendistribusiannya. Mereka diberikan zakat sesuai dengan jenis
pekerjaannya, meski mereka itu adalah orang-orang yang mampu.
4.
Orang-orang yang hendak dilunakkan
hatinya kepada Islam (Muallaf). Mereka adalah para pemimpin dan pemuka kaum
yang lemah imannya. Mereka diberi bagian dari zakat untuk melunakkan hatinya
dan menguatkan keIslamannya.
5.
Budak. Mereka diberikan dari zakat
dengan nominal yang bisa membebaskannya dari kungkungan perbudakan.
6.
Orang-orang yang Berhutang. Yaitu
orang-orang yang tidak mampu melunasi hutangnya. Mereka diberikan zakat
sejumlah utang yang melilitnya, sedikit atau banyak. Walaupun orang tersebut
berkecukupan dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya saja, tidak dibolehkan bagi
seorang yang berpihutang memutihkan utang seorang miskin dengan niat akan
langsung mengambilnya dari uang zakat.
7.
Jihad fi Sabilillah. Zakat pun bisa
digunakan untuk pembiayaan operasional jihad, termasuk dalam menuntut ilmu.
Karena itu, boleh membelanjakan zakat untuk membeli buku-buku yang diperlukan
oleh seorang penuntut ilmu, jika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhannya itu.
8.
Ibnu Sabil. Yaitu orang-orang yang
kehabisan bekal dalam safar. Mereka ini hendaknya diberikan bekal dari harta
zakat yang bisa mengantarnya sampai ke tujuan.
Zakat merupakan salah
satu dari rukun islam yang lima. Allah swt telah menetapkan hukum wajibnya,
baik dengan kitabnya maupun dengan sunnah Rasul-Nya serta ijma’ dari
hamba-hamba-Nya. Allah swt telah mewajibkan zakat atas hambanya yaitu dengan
menyebut ayat-ayat Al–Quran yang selalu beriringan dengan shalat antara lain
dalam firman Allah swt. Surah al-muzammil : 20,[3]
¨bÎ)
y7/u ÞOn=÷èt
y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷r&
`ÏB ÄÓs\è=èO
È@ø©9$#
¼çmxÿóÁÏRur
¼çmsWè=èOur
×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB
tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ã @ø©9$#
u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB u£us?
z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D
tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt
Îû ÇÚöF{$#
tbqäótGö6t
`ÏB È@ôÒsù «!$# tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ã Îû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB u£us?
çm÷ZÏB 4 (#qãKÏ%r&ur no4qn=¢Á9$#
(#qè?#uäur no4qx.¨9$#
(#qàÊÌø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur
(#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB
9öyz çnrßÅgrB yZÏã
«!$# uqèd #Zöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur
©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ
Artinya
:
“
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi
berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat- ayat diatas dapat
dijadikan sebagai dasar hukum kewajiban mengeluarkan zakat. Selain, dalil Al –
Qur’an yang diwajibkan untuk berzakat, juga terdapat beberapa hadist Rasulullah
Saw. Yang mewajibkan mengeluarkan zakat, antara lain :
“Islam itu dibangun diatas lima perkara,
yaitu bersyahadat mengesakan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa
Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji.” (HR. Muslim).[4]
Bagi orang yang tidak
membayar zakat akan mendapat ancaman dari Allah Swt. Ayat-ayat ancaman
tersebut, antara lain terdapat dalam surah At –Taubah : 34 – 35 yang berbunyi :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä
¨bÎ) #ZÏW2
ÆÏiB
Í$t6ômF{$#
Èb$t7÷d9$#ur
tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$#
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur
`tã È@Î6y «!$# 3 úïÏ%©!$#ur
crãÉ\õ3t
|=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ tPöqt 4yJøtä
$ygøn=tæ Îû Í$tR
zO¨Zygy_
2uqõ3çGsù $pkÍ5
öNßgèd$t6Å_
öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\2 ö/ä3Å¡àÿRL{
(#qè%räsù $tB ÷LäêZä. crâÏYõ3s?
ÇÌÎÈ
Artinya
:
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”,
“
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Didalam surah Ali-Imran
: 180. Ancaman tersebut berupa siksa yang pedih yakni pada saat emas dan perak
itu dipanaskan di neraka jahannam dan diseterikakan pada kening, pinggang, dan
punggung mereka. Kemudian, juga akan dikalungkan ke leher mereka sebagaimana
firman-Nya berbunyi :[5]
wur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7t
!$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #Zöyz Nçl°;
( ö@t/ uqèd @° öNçl°; ( tbqè%§qsÜãy $tB (#qè=Ïr2 ¾ÏmÎ/
tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3 ¬!ur ß^ºuÏB
ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur $oÿÏ3
tbqè=yJ÷ès?
×Î6yz ÇÊÑÉÈ
Artinya :
“ sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
B.
HUBUNGAN ZAKAT DENGAN SHALAT
Zakat dan shalat
merupakan dua pokok ibadah yang satu sama lain erat hubungannya. Tidak kurang
dari 32 (tiga puluh dua) kali Allah menyebutkan beriringan denan menyebutkan
shalat.
Hal ini menunjukkan
betapa eratnya perhubungan antara dua buah ibadat dalam hal keuntungannya, yang
pertama (yakni zakat)
seutama-utamanya ibadah badaniyah.
Seluruh ulama salaf dan
khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat, yakni mengingkari wajibnya
menyebabkan dihukum kufur.[6]
C.
HARTA YANG WAJIB DIZAKATI
1.
Zakat Emas dan Perak
Kewajiban
zakat emas dan perak, diperintahkan dalam Al Quran: “Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”
“pada
hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At
Taubah (9): 34-35). Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan: Zakat diwajibkan atas
keduanya (emas dan perak), sama saja apakah berupa mata uang, kepingan, atau
masih gumpalan, pada saat dimiliki keduanya sudah mencapai nishab dan sudah
se-haul (satu tahun) kepemilikannya, dan pemiliknya bebas dari hutang dan
berbagai kebutuhan mendasar. (Lihat Fiqhus Sunnah, 1/339. Darul Kitab Al
‘Arabi).[7]
Nishab
zakat emas adalah jika telah mencapai 20 Dinar dan selama satu tahun kepemilikan,
maka zakatnya 1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR. Abu Daud No. 1573, Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat
Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 1573).[8]
Satu Dinar adalah 4,25 gram emas.
Jadi, jika sudah memiliki 85 gram emas, maka dikeluarkan zakatnya 2,125 gram. Nishab zakat perak
adalah jika telah mencapai 200 Dirham selama setahun kepemilikan sebanyak
1/40-nya, yakni 5 dirham. (HR. Abu Daud No. 1574, At Tirmdizi No. 620, Ahmad
No. 711, 1232, Al Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi bertanya kepada
Imam Bukhari, apakah hadits ini shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat Sunan
At Tirmidzi No. 620). [9]
2.
Zakat Tijarah (Perniagaan)
Ini adalah pandangan jumhur ulama
sejak zaman sahabat, tabi’in, dan fuqaha berikutnya, tentang wajibnya zakat
harta perniagaan, ada pun kalangan zhahiriyah mengatakan tidak ada zakat pada
harta perniagaan. Zakat ini adalah pada harta apa saja yang memang
diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai sendiri.
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah
mengatakan tentang batasan barang dagangan:
Seandainya
seseorang membeli sesuatu untuk dipakai sendiri seperti mobil yang akan
dikendarainya, dengan niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan
menjualnya, maka itu juga bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak wajib
zakat, ). Hal ini berbeda dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil
memang untuk dijual dan mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai
dan menggunakan mobil itu untuk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan
menjualnya, maka apa yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah
mengeluarkan status barang itu sebagai barang perniagaan.
Jadi, yang jadi prinsip adalah
niatnya. Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk
menjual dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang
tijarah walau pun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga
sebaliknya jika seorang berniat merubah barang dagangan menjadi barang yang dia
pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli
fiqih) untuk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk ke dalam
kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290) . Syaikh Muhammad
Khaathir Rahimahullah (mufti Mesir pada zamannya) berkata: Tanah yang
dipersiapkan untuk didirikan bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan
untuk dibisniskan dengan mengembangkannya. (Fatawa Al Azhar, 1/157. Fatwa 15
Muharam 1398) .
3.
Zakat Hasil Tanaman dan Buah-Buahan
Para fuqaha sepakat atas kewajiban
zakat tanaman dan buah-buahan. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam jenis
tanaman dan buah apa saja yang dizakatkan. Secara ringkas sebagai berikut:
a. Zakat tanaman dan buah-buahan
hanya pada yang disebutkan secara tegas oleh syariat, seperti gandum, padi,
biji-bijian, kurma dan anggur, selain itu tidak ada zakat. Ini pendapat Imam Al
Hasan Al Bashri, Imam Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Asy Sya’bi. Pendapat ini
dikuatkan oleh Imam Asy Syaukani. Pendapat ini berdasarkan wasiat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ketika mereka
diutus ke Yaman:
“Janganlah kalian ambil zakat kecuali
dari empat macam: biji-bijian, gandum, anggur kering, dan kurma. “ (HR. Al
Hakim dalam Al Mustadrak No. 1459, katanya: shahih. Al Baihaqi dalam As Sunan
Al Kubra No. 7242 , Ad Daruquthni No. 15). Secara khusus tidak adanya zakat sayur-sayuran (Al
Khadharawat),
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Pada
sayur-sayuran tidak ada zakatnya”. (HR. Al Bazzar No. 940, Ath Thabarani dalam
Al Awsath No. 5921. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No.
5411) Maka, tidak ada zakat pada
semangka, jambu, durian, sayur-sayuran, dan lainnya yang tidak disebutkan oleh
nash. Kecuali jika buah-buahan dan tanaman ini diperdagangkan, maka masuknya
dalam zakat tijarah.
b. Sayur-sayuran dan semua yang
dihasilkan oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah pendapat Imam Abu
Hanifah, juga Imam Ibnul ‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan umumnya
ulama kontemporer. Dasarnya keumuman firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu ..
(QS. Al Baqarah (2): 267) [10]
Juga keumuman hadits: Apa saja yang
disirami air hujan maka zakatnya sepersepuluh. (Hadits yang semisal ini
diriwayatkan oleh banyak imam diantaranya: Al Bukhari, At Tirmidzi, An Nasa’i,
Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Al Baihaqi, Ath Thabarani, Ad Daruquthni, Al
Baghawi, Al Bazzar, Ibnu Hibban, Ath Thahawi, dan Ibnu Khuzaimah) Maka, hasil tanaman
apa pun mesti dikelurkan zakatnya, baik yang dikeluarkan adalah hasilnya itu,
atau harganya.
Pendapat Al Qadhi Abu Yusuf yang
mengatakan semua yang tumbuh dari bumi mesti dizakatkan, selama yang bisa
bertahan dalam setahun. Ada pun yang tidak bisa bertahan dalam setahun seperti
mentimun, sayur-sayuran, semangka, dan yang apa saja yang akan busuk dalam
waktu sebelum setahun, maka itu tidak ada zakat. Kalangan Malikiyah
berpendapat, hasil bumi yang dizakatkan memiliki syarat yaitu yang bertahan
(awet) dan kering, dan ditanam oleh orang, baik sebagai makanan pokok seperti
gandum dan padi, atau bukan makanan pokok seperti jahe dan kunyit. Mereka
berpendapat tidak wajib zakat pada buah tin, delima, dan sayur-sayuran. Kalangan Syafi’iyah berpendapat, hasil bumi wajib
dizakatkan dengan syarat sebagai makanan pokok dan dapat disimpan, serta
ditanam oleh manusia, seperti padi dan gandum. Tidak wajib zakat pada
sayur-sayuran.
Nishabnya adalah jika hasilnya sudah
mencapai 5 wasaq, sebagaimana disebutkan dalam hadits, Tidak ada zakat pada
apa-apa yang kurang dari lima wasaq. (HR. Bukhari No. 1484, Muslim No. 979).[11]
Lima wasaq adalah enam puluh sha’ berdasarkan ijma’, dan satu sha’ adalah empat
mud, lalu satu mud adalah seukuran penuh dua telapak tangan orang dewasa. Dr.
Yusuf Al Qaradhawi telah membahas ini secara rinci dalam kitab monumental
beliau, Fiqhuz Zakah, dan menyimpulkan bahwa lima wasaq adalah setara dengan
+/- 653 Kg.
4.
Zakat Ternak
Zakat hewan ternak (Al An’am) pada
Unta, Sapi, Kerbau dan Kambing (dengan berbagai variannya) adalah ijma’ , tidak
ada perbedaan pendapat. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan: “Telah datang berbagai
hadits shahih yang menjelaskan kewajiban zakat pada Unta, Sapi, dan Kambing, dan
umat telah ijma’ (sepakat) untuk mengamalkannya. Zakat ini memiliki syarat:
sudah sampai satu nishab, berlangsung selama satu tahun, dan hendaknya hewan
tersebut adalah hewan yang digembalakan, yaitu memakan rumput yang tidak
terlarang sepanjang tahun itu. (Fiqhus Sunnah, 1/363).
Sedangkan, selain hewan Al An’am
tidak wajib dizakatkan, seperti kuda, keledai, ayam, ikan, bighal, kecuali jika
semua dijual, maka masuknya dalam zakat tijarah (perniagaan). Wallahu A’lam. Syaikh Sayyid Sabiq
Rahimahullah mengatakan: “Tidak ada zakat
pada hewan-hewan selain Al An’am, maka tidak ada zakat pada kuda, bighal
(peranakan kuda dan keledai), keledai, kecuali jika untuk diperdagangkan.
(Fiqhus Sunnah, 1/368).[12]
Namun demikian, tidak semua Al An’am
bisa dizakatkan, ada syarat yang mesti dipenuhi:
1. Sampai nishabnya
2. Sudah berlangsung satu tahun
(haul)
3. Hendaknya hewan ternak itu adalah
hewan yang digembalakan, yang memakan rumput yang tidak terlarang dalam sebagai
besar masa setahun itu.
Tiga syarat ini merupakan pendapat
mayoritas ulama, kecuali Imam Malik dan Imam Laits bin Sa’ad. Menurut mereka
berdua, hewan ternak yang makanannya disabitkan (bukan digembalakan) juga boleh
dizakatkan. Syaikh Sayyid Sabiq mengomentari: Tetapi hadits-hadits yang ada dengan gamblang
mengkhususkan dengan hewan yang digembalakan, dan hal itu membawa pengertian:
bahwa yang disabitkan rumputnya tidaklah wajib zakat, karena penyebutan
tersebut mesti ada faidahnya, agar ucapan itu tidak sia-sia. (, 1/364).[13]
Zakat
Unta, berikut rincian dalam Fiqhus Sunnah:
• Nishabnya 5 ekor, mesti dikeluarkan
1 ekor kambing biasa yang sudah berusia setahun lebih, atau kambing benggala
(dha’n), seperti kibas, biri-biri, berusia setahun.
• Jika 10 ekor, maka yang dikeluarkan 2 ekor kambing betina, dan seterusnya jika bertambah lima bertambah pula zakatnya satu ekor kambing betina.
• Jika 10 ekor, maka yang dikeluarkan 2 ekor kambing betina, dan seterusnya jika bertambah lima bertambah pula zakatnya satu ekor kambing betina.
• Jika banyaknya 25 ekor, maka
zakatnya 1 ekor anak unta betina umur 1-2 tahun, atau 1 ekor anak unta jantan
umur 2-3 tahun.
•
Jika 36 ekor, zakatnya 1 ekor anak unta betina usia 2-3 tahun
•
Jika 46 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina berumur 3-4 tahun
•
Jika 61 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina 4-5tahun
•
Jika 76 ekor, zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 2-3 tahun
• Jika 91 ekor sampai 120 ekor,
zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 3-4 tahun
- Zakat Sapi
• Tidak wajib zakat jika belum sampai
30 ekor, dalam keadaan digembalakan, dan sudah satu haul, zakatnya 1 ekor sapi
jantan atau betina berumur 1 tahun
•
Jika 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina berumur 2 tahun
•
Jika 60 ekor, zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun
• Jika 70 ekor, zakatnya 1 ekor sapi
betina umur 2 tahun dan 1 ekor sapi jantan berumur 1 tahun
•
Jika 80 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina umur 2 tahun
•
Jika 90 ekor, zakatnya 3 ekor sapi umur 1 tahun
• Jika 100 ekor, zakatnya 1 ekor sapi
betina umur 2 tahun, serta 2 ekor sapi jantan umur 1 tahun
• 110 ekor, zakatnya 2 ekor sapi
betina umur 2 tahun, dan 1 ekor sapi jantan umur 1 tahun
• 120 ekor, zakatnya 3 ekor sapi
betina berumur 2 tahun, atau 4 ekor sapi umur 1 tahun. Dan seterusnya,
jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun,
dan setiap 40 ekor adalah 1 ekor sapi betina berumur 2 tahun.
- Zakat kambing
- Zakat kambing
• Tidak dizakatkan kecuali sudah
mencapai 40 ekor. Jika berjumlah antara 40-120 ekor dan sudah cukup satu haul,
maka zakatnya 1 ekor kambing betina.
•
Dari 121-200 ekor, zakatnya adalah 2 ekor kambing betina
• Dari 201-300 ekor, zakatnya adalah
3 ekor kambing betina. Dan seterusnya, tiap tambahan 100 ekor, dikelurkan 1
ekor kambing betina. Dari domba berumur 1 tahun, dari kambing biasa 2 tahun. Jika kambingnya hanya
ada yang jantan, maka boleh dikeluarkan yang jantan. Jika sebagian jantan dan
sebagian betina, atau semuanya betina, ada yang membolehkan jantan, ada juga
hanya betina yang dizakatkan.
5.
Zakat Rikaz dan Barang Tambang (Ma’din)
Definisi Rikaz sebagai berikut: Berkata Imam Malik:
“Perkara yang tidak lagi diperselisihkan bagi kami dan yang saya dengar dari
para ulama, bahwa mereka mengatakan rikaz adalah harta terpendam yang dipendam
sejak masa jahiliyah, untuk menemukannya tidak membutuhkan ongkos, tidak juga
upaya keras dan tenaga besar untuk mencarinya. Sedangkan yang ditemukan dengan
menggunakan ongkos dan bersusah payah mencarinya, yang kadang bisa berhasil,
waktu lain bisa gagal, maka itu bukan rikaz.” (Al Muwaththa’ No. 585, riwayat
Yahya Al Laitsi). [14]
Sedangkan Ma’din (barang tambang)
adalah: diambil dari kata ya’danu – ‘ad-nan yang artinya menetap pada suatu
tempat. Nishab zakat emas
adalah jika telah mencapai 20 Dinar dan selama satu tahun kepemilikan, maka
zakatnya 1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR. Abu Daud No. 1573, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat Shahih wa
Dhaif Sunan Abi Daud No. 1573). Nishab
zakat perak adalah jika telah mencapai 200 Dirham selama setahun kepemilikan
sebanyak 1/40-nya, yakni 5 dirham. (HR. Abu Daud No. 1574, At Tirmdizi No. 620,
Ahmad No. 711, 1232, Al Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi bertanya
kepada Imam Bukhari, apakah hadits ini shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat
Sunan At Tirmidzi No. 620). [15]
Dalil wajibnya zakat rikaz adalah: Dan pada rikaz
zakatnya adalah seperlima (khumus). (HR. Bukhari No. 1499, Muslim No. 1710)
Hadits ini menunjukkan wajibnya zakat rikaz, dan
berapa yang mesti dikeluarkan, yakni 1/5, atau 20 %.Rikaz yang mesti
dikeluarkan zakatnya adalah: Rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya seperlima
adalah semua yang berupa harta seperti emas, perak, besi, timah, tembaga,
bejana, dan yang semisalnya. Inilah pendapat Hanafiyah, Hanabilah, Ishaq, Ibnul
Mundzir, satu riwayat dari Malik, salah satu pendapat dari Asy Syafi’i.
Pendapat yang lain: bahwa seperlima
tidaklah wajib kecuali pada mata uang: yaitu emas dan perak. (Fiqhus Sunah,
1/374) Imam Ibnu Qudamah
Rahimahullah mennyebutkan: Semua ulama yang telah saya ketahui telah sepakat,
bahwa orang dzimmi juga wajib mengeluarkan zakat rikaz yang ditemukannya
sebesar 1/5. Ini menjadi pendapat Malik, penduduk Madinah, Ats Tsauri, Al
Awza’i, penduduk Iraq, ashhab ar ra’yi (pengikut Imam Abu Hanifah), dan selain
mereka. Imam Asy Syafi’i berkata: tidak wajib seperlima kecuali kepada orang
yang wajib berzakat, karena zakat adalah zakat. Diceritakan darinya, bahwa
anak-anak dan wanita tidaklah memiliki rikaz. (Al Mughni, 5/400) .Zakat
rikaz dikeluarkan tanpa menunggu haul, tapi dikeluarkan ketika menemukannya,
juga tidak ada nishab. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas).
6.
Zakat Profesi/Penghasilan/Mata Pencaharian
Ini adalah jenis zakat yang
diperselisihkan para ulama. Hal ini sama dengan sebagian zakat lainnya, seperti
zakat sayur-sayuran, buah-buahan selain kurma, dan zakat perdagangan. Sebagian
kalangan ada yang bersikap keras menentang zakat profesi, padahal perbedaan
seperti ini sudah ada sejak masa lalu, ketika mereka berbeda pendapat tentang
ada tidaknya zakat sayuran, buah, dan perdagangan tersebut. Seharusnya
perbedaan pendapat yang disebabkan ijtihad seperti ini tidak boleh sampai lahir
sikap keras apalagi membid’ahkan.
Mereka yang mendukung pendapat ini
seperti Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, Syaikh
Abdurrahman Hasan, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada beberapa alasan
keharusan adanya zakat profesi: Profesi yang dengannya menghasilkan uang, termasuk
kategori harta dan kekayaan. Kekayaan
dari penghasilan bersifat berkembang dan bertambah, tidak tetap, ini sama
halnya dengan barang yang dimanfaatkan untuk disewakan. Dilaporkan dari Imam
Ahmad, bahwa beliau berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya
mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib
mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun.
Hal itu pada hakikatnya menyerupai
mata pencaharian, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu
nisab, walau tanpa haul. Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat
tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani setiap memetik hasilnya. Bukankah
petani juga profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan qiyas dalam masalah
ini, tetapi pihak yang mendukung mengatakan bukankah zakat fitri dengan beras
ketika zaman nabi juga tidak ada? Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan kurma
dan gandum? Saat ini ada zakat fitri dengan beras karena beras adalah makanan
pokok di Indonesia, tentunya ini juga menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan
dengan makanan pokok negeri Arab saat itu, kurma dan gandum. Jadi, makanan apa
saja yang menjadi makanan pokok-lah yang dijadikan alat pembayaran zakat. Jika
mau menolak, seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras yang hanya
didasarkan dengan qiyas sebagai makanan pokok.
Dalam perspektif keadilan Islam, maka
adanya zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana mungkin Islam mewajibkan
zakat kepada petani yang pendapatannya tidak seberapa, namun membiarkan para
pengusaha kaya, pengacara, dokter, dan profesi prestise lainnya menimbun harta
mereka? Kita hanya berharap mereka mau bersedekah sesuai kerelaan hati?
Dalam perspektif maqashid syari’ah
(tujuan dan maksud syariat), adanya zakat profesi adalah sah. Sebab lebih
mendekati keadilan dan kemaslahatan, serta sesuai ayat: “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS.
Al Baqarah (2): 267)[16]
Bukankah zakat penghasilan diambil dari hasil usaha
yang baik-baik saja? Mereka berpendapat
bahwa zakat profesi ada dua jenis pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan manusia.
Pertama, untuk orang yang gajian bulanan, maka pendekatannya dengan zakat
tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq, senilai dengan 653 Kg gabah kering
giling, dan dikeluarkan 2,5%, yang dikeluarkan ketika menerima hasil (gaji),
tidak ada haul.
Kedua, bagi yang penghasilannya bukan
bulanan, seperti tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan semisalnya,
menggunakan pendekatan zakat harta, yakni nishab senilai dengan 85gr emas
setelah diakumulasi dalam setahun, setelah dikurangi hutang konsumtif,
dikeluarkan sebesar 2,5%.. Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan
yang mengikuti mereka, berpendapat tidak ada zakat profesi. Sebab Al Quran dan
As Sunnah secara tekstual tidak menyebutkannya.
Mereka menganggap, aturan main zakat
profesi tidaklah konsisten. Kenapa nishabnya diqiyaskan dengan zakat tanaman (5
wasaq), tetapi yang dikeluarkan bukan dengan ukuran zakat tanaman pula?
Seharusnya dikeluarkan adalah 5% atau 10% sebagaimana zakat tanaman, tetapi
zakat profesi mengeluarkan zakatnya adalah 2,5% mengikuti zakat emas. Sementara Syaikh Ibnul
‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat
penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan
menunggu selama satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan
pada gaji bulanan.
D.
HIKMAH ZAKAT
Zakat mengandung
beberapa hikmah, baik bagi perseorangan maupun masyarakat. Diantara hikmah dan
faedah zakati itu ialah:
1.
Mendidik
jiwa manusia suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan
bakhil.
2.
Zakat
mengandung rasa persamaan yang memikirkan nasib manusia dalam suasana
persaudaraan.
3.
Zakat
memberi arti bahwa manusia itu bukan hidup untuk dirinya sendiri, sifat
mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari masyarakat islam.
4.
Seorang
muslim harus mempunyai sifat-sifat baik dalam hidup perseorangan, yaitu murah
hati, penderma dan penyayang.
5.
Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri
hati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
6.
Zakat
bersifat sosialistis, karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan
nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.[17]
E.
FAEDAH ZAKAT
Faedah Diniyah (segi agama)
1.
Dengan berzakat berarti
telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba
kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2.
Merupakan sarana bagi
hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah
keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
3.
Pembayar zakat akan
mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang
artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah:
276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq “alaih Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan
ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.[18]
4.
Zakat merupakan sarana
penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
1.
Menanamkan sifat
kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
2.
Pembayar zakat biasanya
identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya
yang tidak punya.
3.
Merupakan realita bahwa
menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum
Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan
menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
4.
Di dalam zakat terdapat
penyucian terhadap akhlak.
Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
1.
Zakat merupakan sarana
untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok
mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2.
Memberikan dukungan
kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat
dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3.
Zakat bisa mengurangi
kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin.
Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi
tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa
tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah
itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan
dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4.
Zakat akan memacu
pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
5.
Membayar zakat berarti
memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan
maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
F.
PENDIDIKAN
DI DALAM ZAKAT
1. Silaturrahmi
melalui dua jalur. Vertikal dan horizontal. Dalam istilah kerennya :
hablumminallah wa hablumminannas. Dapat dijalankan dalam satu waktu melalui
rukun islam yang ke 3 yaitu zakat.
2. Tolong
menolong. Anatara muzakki dan mustahiq. Si pemberi diberikan (muzakki) Allah
ganjaan pahala dan sipenerima (diberikan) rezeki baik berupa bahan pokok maupun
uang. Dalam istilah biologinya itu “simbiosis mutualisme”
3. Jujur,
tidak boleh dikurang-kurangi, zakat fitrah 2,7 sudah pasti tidak boleh
dikurangi maupun zakat mal apabila sudah sampai nisabnya maka wajiblah di
zakati.
4. Ikhlas,
dalam berzakat. Tidak dibenarkan mengungkit- ungkit apa yang telah kita zakatin
itu.
5. Tujuan
sama namun jalannya berbeda, maksudnya harta yang akan dizakati itu berbeda
seperti makanan pokok yaitu gandum, beras danlain-lain maupun berupa uang tunai
dengan jumlah yang telah ditentukan dengan maksud dan tujuan yang sama.
6. Taat
hukum, bahwa membayar zakat adalah salah satu dari rukun islam yang wajib di
tunaikan.
7. Suci.
Dengan membayar zakat.hartadan hati kita itu akan bersih sifat kikir dengki dan
egois.
-
4 dimensi dalam zakat
1.
ekonomi,
2.
budaya,
3.
politik
4.
sosial.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Zakat menurut bahasa
artinya tumbuh, bersih, atau menambah kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT,
dalam Surah At – Taubah : 103,
Artinya
:
“ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”.
Zakat dan shalat
merupakan dua pokok ibadah yang satu sama lain erat hubungannya. Tidak kurang
dari 32 (tiga puluh dua) kali Allah menyebutkan beriringan denan menyebutkan
shalat.
Hal ini menunjukkan
betapa eratnya perhubungan antara dua buah ibadat dalam hal keuntungannya, yang
pertama (yakni zakat)
seutama-utamanya ibadah badaniyah.
Seluruh ulama salaf dan
khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat, yakni mengingkari wajibnya
menyebabkan dihukum kufur.[19]
-
4 dimensi dalam zakat
5.
ekonomi,
6.
budaya,
7.
politik
8.
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kementrian Agama RI, Alquran
Terjemah, Toha Putra. Semarang, 2007
Dr. Ali Imran Sinaga. MA, Fiqih,
Cita Pustaka Media Perintis, Medan, 2011.
Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu Fiqih
Islam Lengkap, Toha Putra, Semarang, 1978.
H. Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam,
Sihar Baru Algensindo, Bandung, 1998.
Muchlis Sobir, Riyadus Shalihin,
Toha Putra.Semarang , 1999.
Sayyid Sabiq, fiquh Sunnah, Toha Putra, Semarang, 2007.
Shahih Bukhari, No. 1484.
Yahya Al Laitsi, Al Muwaththa,
No. 585.
[1] Dr. Ali Imran Sinaga. MA, Fiqih, (Medan, Cita Pustaka Media
Perintis, 2011 ). Hlm. 89-101
[2] Departemen Kementrian Agama RI, Alquran Terjemah, Toha Putra. Semarang
, 2007
[3] Ibid, Alquran terjemah.
[4] Muchlis Sobir, Riyadus Shalihin, Toha Putra.Semarang ,1999.
[5] Ibid, Al Quran terjemah
[6] Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Toha Putra,
Semarang, 1978. Hlm. 384
[7] Sayyid Sabiq, fiquh Sunnah, Toha Putra, semarang,
2007. Hlm. 339.
[8] Sunan Abi Daud, Shahih wa dhaif, Toha Putra, semarang,
No. 1573.
[9] Sunan At Tirizi, No.625.
[10] Ibid, Al Quran Trejemah.
[11] Shahih Bukhari, No. 1484.
[12] Ibid, fiqhus Sunnah, hlm. 364.
[13] Ibid, fiqhus Sunnah, hlm. 364.
[14] Yahya Al Laitsi, Al Muwaththa, No. 585.
[15] Ibid, At Tarmizi, No. 620.
[16] Ibid, Al Quran Terjemah.
[17] H. Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam, Sihar Baru Algensindo,
Bandung, 1998. Hlm. 217
[18] Ibid, Al Quran terjemah
[19] Drs.H.Muhammad Rifa’i. Ilmu, Fiqih Islam Lengkap, Toha Putra,
Semarang, 1978. Hlm. 217