Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Agustus 2017

Konsep dan Tujuan Gerakan Literasi Sekolah

SUHENDRA
Hasil gambar untuk literasi






Konsep Literasi

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan kom- ponen literasi informasi sebagai berikut:
1. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
2.  Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
3.  Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak,  media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.
4. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyim- pan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
5.   Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.

Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen).Dalam konteks Indonesia, kelima keterampilan tersebut  perlu diawali dengan literasi usia dini yang mencakup fonetik, alfabet, kosakata, sadar dan memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan dan menceritakan kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini sangat penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan belajar baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian terhadap keberlangsungan pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.
Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengem- bangan komponen literasi peserta didik. Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju kepada komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan untuk terciptanya lingkungan literasi ini.

Tujuan Umum Gerakan Literasi Sekolah

Menumbuhkembangkan insan serta ekosistem pendidikan  agar menjadi pembelajar sepanjang hayat melalui gerakan literasi sekolah

Tujuan Khusus Gerakan Literasi Sekolah

Menumbuhkembangkan budi pekerti
b. Membangun ekosistem literasi sekolah
c. Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar (learning organization) (Senge, 1990).
d. Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan (knowledge  management)
e. Menjaga keberlanjutan budaya literasi

Sasaran Gerakan Literasi Sekolah
Insan dan ekosistem pendidikan dalam satuan pendidikan

1.         Prinsip-prinsip pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.
  1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang bisa diprediksi.
  2. Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah yang menerapkan  program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, diperlukan berbagai strategi membaca dan jenis teks yang bervariasi pula.

Program literasi berlangsung di semua area kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran. Pembelajaran di mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang bermakna 
Kegiatan membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan kapan pun kondisi di kelas memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan bentuk kegiatan yang bermakna dan kontekstual. Misalnya, ‘menulis surat untuk wali kota’ atau ‘membaca untuk ibu’ adalah contoh-contoh kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada peserta didik.

Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting
Kelas berbasis literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga harus membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan satu sama lain.

Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah
Penting bagi pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan, namun juga merayakannya melalui agenda literasi di sekolah. Buku-buku yang disediakan untuk bahan bacaan peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar peserta didik dapat terpajan pada pengalaman multikultural sebanyak mungkin.

2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Sekolah memiliki peran yang amat penting dalam menanamkan budaya literat pada anak didik. Untuk itu, tiap sekolah tanpa terkecuali harus memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan literasi. Di sekolah dengan budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan cenderung lebih berhasil dan guru lebih bersemangat mengajar.
Perlu dipahami bahwa program membaca seperti membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah bagian dari kerangka besar untuk membangun budaya literasi sekolah.  Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literat, Beers, dkk. (2009)  dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction  menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah.

a.    Lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat pengunjung. Pada dasarnya, lingkungan fisik haruslah ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi memiliki beberapa kondisi, antara lain karya peserta didik dipajang di seluruh penjuru sekolah, termasuk koridor dan kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karya-karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua kelas untuk menjadi perhatian. Selain itu, buku dan bahan bacaan lain dapat didapat dengan mudah di pojok baca di semua kelas, kantor, dan ruang lain di sekolah. Kantor kepala sekolah idealnya juga memajang karya peserta didik dan buku-buku bacaan anak. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literat.

b.    Lingkungan sosial dan afektif
Sekolah dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Ini dapat dibentuk dengan cara pemberian pengakuan atas pencapaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Sesuai dengan semangat literasi, prestasi yang dihargai tidak hanya akademik, namun juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah harus mengambil peran aktif dalam menggerakkan literasi. Yang bisa dilakukan, antara lain membangun budaya kolaboratif antarguru dan staf sekolah. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orang tua sebagai sukarelawan dalam gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literat.

c.     Lingkungan akademik
Lingkungan fisik dan sosial akan dapat dibangun bila lingkungan akademik tercipta. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Pimpinan sekolah dapat membentuk tim literasi. Tim ini bertugas untuk membuat perencanaan dan asesmen program. Adanya Tim Literasi Sekolah bisa memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar. Sekolah harus memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan membacakan buku dengan nyaring selama 15--30 menit sebelum pelajaran berlangsung, minimal 3 kali seminggu. Waktu untuk kegiatan berliterasi ini sedapat mungkin tidak dikorbankan untuk kegiatan lain yang tidak perlu. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan kapasitas literasi.



3.            Parameter sekolah yang telah membangun budaya literasi

Tabel di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur budaya literasi sekolah yang baik.

Ekosistem Sekolah yang Literat

a. Lingkungan Fisik 
1)
Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2)
Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.
3)
Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4)
Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5)
Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
6)
Kantor kepala sekolah mudah diakses oleh warga sekolah.
b. Lingkungan Sosial dan Afektif
1)
Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2)
Kepala sekolah mengenali peserta didik bila masuk ruang kelas (bukan hanya peserta didik yang berprestasi atau dianggap bermasalah).
3)
Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
4)
Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
5)
Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing (dan tidak saling menjatuhkan).
6)
Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
7)
Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.
c. Lingkungan Akademik
1)
Terdapat Tim Literasi Sekolah yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2)
Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presentation).
3)
Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain yang dianggap tidak perlu.
4)
Disepakati waktu berkala untuk Tim Literasi Sekolah membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah.
5)
Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
6)
Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
7)
Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
(cf. Beers dkk., 2009).
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerjasama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.


4.         Tiga  tahap pelaksanaan GLS

-    Pembiasaan: 
Tujuan: menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca.
Fokus kegiatan pada tahap pembiasaan:
1)         Membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai: membaca nyaring dan/atau membaca dalam hati (semuanya tanpa tagihan).
2)        Pengembangan lingkungan fisik sekolah untuk menumbuhkan minat pada literasi
a)   pengembangan perpustakaan sekolah, sudut buku kelas, dan area baca;
b)   pengembangan sarana lain yang mendukung penumbuhan minat terhadap literasi;
c)   pengembangan koleksi teks cetak dan/atau visual dan digital
d)   pembuatan bahan kaya teks (print rich materials).

                 Program keberhasilan pembiasaan membaca ditentukan oleh: (1) akses terhadap buku, (2) daya tarik buku, (3) lingkungan yang kondusif, (4) dorongan untuk membaca, (5) waktu tertentu untuk membaca, (6) tidak ada tagihan tugas, (7) kegiatan tindak lanjut, (8) pelatihan guru dan tenaga kependidikan.

            Jenis membaca pada tahap pembiasaan:
1)  Membaca dalam hati: aturan, tujuan, langkah-langkah.
2)  Membaca nyaring:  aturan, tujuan, langkah-langkah.

            Rangkaian kegiatan
·   menentukan bacaan
·   membaca buku sampai tuntas
·   mendiskusikan buku yang telah dibaca


Membaca Dalam Hati
a.    Aturan
1)   Peserta didik membaca diam dengan memilih buku sesuai minat dan keinginannya.
2)   Guru memberikan contoh dengan bersama-sama membaca dalam hati pada saat yang sama.
3)   Peserta didik memilih satu buku, majalah, atau surat kabar selama waktu yang ditetapkan (15-30 menit).
4)   Jam beker dipasang sebagai pengingat waktu mulai dan berakhirnya kegiatan membaca.
5)   Tidak ada tugas atau catatan akademik yang perlu dilaporkan/diserahkan.
6)   Seluruh komponen sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pustakawan) berpartisipasi.

b.    Tujuan
Membaca dalam hati berkelanjutan bertujuan untuk membangun kebiasaan membaca, misalnya berkonsentrasi, meningkatkan kemampuan serta kelancaran membaca melalui kegiatan membaca untuk kesenangan.

c.    Langkah-langkah Membaca dalam hati
Sebelum Membaca
1)      Mintalah peserta didik untuk memilih buku yang ingin dibaca dari sudut baca kelas
2)      Buku yang dipilih bebas, sesuai dengan minat dan kesenangan peserta didik
3)      Memberikan penjelasan bahwa peserta didik akan membaca buku tersebut sampai selesai, dalam kurun waktu tertentu, bergantung ketebalan buku
4)      Peserta didik boleh memilih buku lain bila isi buku dianggap kurang menarik
5)      Peserta didik boleh memilih tempat yang disukainya untuk membaca
Saat Membaca
Peserta didik dan guru bersama-sama membaca buku masing-masing dengan tenang selama 15 menit
Setelah Membaca
(pilihan, dapat dilakukan seminggu sekali)
1)      Guru dapat menggunakan 5-10 menit setelah membaca untuk bertanya kepada peserta didik tentang buku yang dibaca.
2)      Sebagai alternatif, guru dapat menggunakan graphic organizer sebagai panduan untuk membuat ringkasan cerita atau menuliskan respon.
3)      Selain itu, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi lebih lanjut


Membaca Nyaring (Reading Aloud)

d.   Tujuan
Membaca nyaring merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang baik. Strategi ini efektif untuk menyam­paikan ide-ide literasi yang baik kepada peserta didik (Trelease, 2013). Membaca nyaring dapat dilakukan dalam bentuk membacakan cerita atau sekadar menceritakan cerita kepada anak dengan tujuan membangkitkan minat baca peserta didik; meningkatkan pengetahuan pada anak-anak; memperkenalkan banyak kosakata baru kepada anak-anak; mendorong anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran; kapasitas memori atau daya ingat anak dapat ditingkatkan dengan cara meminta anak untuk mengingat cerita yang telah dibacakan atau sampai sejauh mana cerita telah disampaikan.
Membaca nyaring dilakukan untuk memulai pelajaran; mendukung pembelajaran membaca dan menulis; mendukung kurikulum mata pelajaran lain; membantu peserta didik mendis­kusikan dan berpikir tentang teks; memperkenalkan sebuah novel yang baru; memperkenalkan tema baru; membuka wawasan baru; mengenalkan peserta didik dengan struktur teks dan genre buku.
Adapun materi yang digunakan untuk membaca nyaring antara lain novel, cerita pendek, puisi, buku bergambar, karya peserta didik, artikel majalah, artikel surat kabar, buku nonfiksi (teks informasional, biography, pidato, dokumen sejarah, dsb.)

e.    Kaidah Membaca Nyaring
Langkah-langkah
1)   Materi bacaan yang dipilih sesuai dengan atau sedikit di atas tingkat membaca mandiri. Dengan demikian materi menunjukkan potensi untuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca peserta didik.
2)   Guru perlu membaca materi bacaan sebelumnya.
3)   Guru perlu mengidentifikasi proses dan strategi yang akan digunakan dalam membaca nyaring.
4)   Guru perlu mengantisipasi di bagian mana dalam bacaan “pengetahuan dasar” perlu dibangun. Guru dapat mengaktifkan pengetahuan latar belakang peserta didik tentang hal yang berhubungan dengan cerita yang akan dibaca melalui tanya jawab singkat tentang pengarang, menerka isi buku dengan memperhatikan cover dan judul buku, seting peristiwa, gambar, dll.
5)   Pada tahap sebelum membaca, guru memilih buku/cerita yang bermanfaat dan menarik untuk dibacakan karena kandungan nilai moral, sastra, keindahan, relevansi dengan kondisi anak, dll. Dalam memilih bahan, guru dapat mempertimbangkan pilihan atau usul anak-anak. Guru mempersiapkan diri dengan membaca cerita/buku tersebut dengan nyaring terlebih dahulu dan menandai bagian-bagian yang perlu diberi penekanan dan ilustrasi, tempat jeda untuk bertanya, dll.
6)   Pada tahap membaca, guru sebaiknya tidak membaca terlau cepat. Apabila memungkinkan gunakan suara yang berbeda untuk pelaku yang berbeda.  Jeda diperlukan untuk membuat peserta didik yang sedang menyimak lebih terlibat. Mereka dapat ditanya komentarnya tentang peristiwa dalam bacaan, atau menerka apa yang akan terjadi berdasarkan informasi/bagian cerita yang sudah diketahui, dsb. Perhatian peserta didik juga dapat diarahkan pada keindahan/keunikan ekspresi yang digunakan pengarang. Selama proses membaca, perhatikan wajah peserta didik untuk melihat reaksi dan keterlibatan peserta didik.
7)   Untuk kegiatan pembiasaan budaya membaca, peserta didik dapat diarahkan untuk membaca cerita menarik lain di hadapan teman sekelas ataupun diadakan kompetisi/lomba membaca cerita bagi peserta didik.

f.      Langkah-langkah Membaca Nyaring

Sebelum membaca
Tujuan
1)      untuk berinteraksi dengan teks sebelum membaca;
2)      untuk sarana mengenal teks yang akan dibaca;
3)      untuk membangun makna;
4)      untuk menggali informasi tersirat;
5)      untuk menebak isi bacaan;

Rasional:
Semakin banyak pengetahuan peserta didik digali tentang teks yang akan dibaca, semakin dalam keterlibatan emosi dan pikiran meraka dengan teks.
-     
-     
1)   Membuka percakapan tentang bahan bacaan yang akan dibaca.
2)   Mengidentifikasi penulis, judul, latar, tokoh, dan latar belakang.
3)   Menggali pengetahuan peserta didik yang terkait dengan tema buku yang akan dibaca.
Saat membaca
1)   Membaca teks dengan pengucapan dan intonasi yang jelas.
2)   Mengajukan pertanyaan di antara kalimat untuk menggugah respon peserta didik!
Setelah membaca

Materi pendukung:
-       peta cerita
-       graphic organizer

1)   Meminta peserta didik untuk merespon teks yang baru saja dibaca.
2)   Meminta peserta didik untuk menceritakan kembali hasil bacaan dengan menggunakan format urutan kejadian.
3)   Meminta peserta didik meringkas  cerita yang selesai dibaca.
4)  Meminta peserta didik untuk berbagi kepada teman tentang pemahamannya terhadap cerita!

-         Pengembangan:   
                                          
1)         Membaca terpandu dan membaca bersama buku pengayaan (non teks pelajaran)
2)         Mengapa buku pengayaan sama pentingnya dengan buku teks pelajaran?
3)         Bagaimana memilih buku pengayaan untuk kegiatan literasi? (elemen cerita, bahasa, visual)
4)         Prinsip-prinsip kegiatan literasi menggunakan buku pengayaan

Contoh-contoh kegiatan
1)    Berbincang/menganalisis elemen-elemen cerita
2)    Membuat jurnal tanggapan terhadap cerita (kegiatan menulis dan menggambar)
3)    Kegiatan seni peran dan kriya bebasis tanggapan terhadap cerita
Elemen apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan bacaan yang baik?
- Tingkat kemampuan membaca peserta didik.
- Konten bacaan yang sesuai.
- Ilustrasi.

Elemen dalam Memilih Bahan Bacaan yang Baik

1
Tingkat kemampuan membaca
2
Konten bacaan yang sesuai dengan tahap perkembangan psikologis
3

Ilustrasi

Contoh Buku
1)    Pembaca Awal: (usia dini (0-3 tahun) – Batita

· Informasi sangat sederhana; materi mencakup lingkungan  seputar lingkungan terdekat anak.
· Cerita mengandung semangat optimisme bersifat inspiratif.
· Cerita mengandung pesan moral yang disampaikan dengan tidak menggurui.
· Ilustrasi sangat sederhana.
· Gambar berkaitan langsung dengan objek tulisan.


2)    Pembaca Awal Usia dini (>3-6 tahun) – Pra-SD

· Peserta didik dapat dilibatkan untuk memilih buku.
· Cerita mengandung informasi sangat sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme dan bersifat inspiratif.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan dengan tanpa menggurui.
·  Ilustrasi memiliki alur yang sederhana dan mudah dipahami (tenaga pendidik dapat melakukan picture walk, yaitu menerangkan alur ilustrasi tanpa bantuan teks).

3)    Pembaca Pemula : Pemula Usia dasar (>6-9 tahun) – SD/MI/SLB kelas rendah
· Peserta didik dapat dilibatkan  dalam pemilihan buku.
· Buku mengandung informasi yang sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif, dan mengembangkan imajinasi.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan tanpa menggurui.
·  Ilustrasi memiliki alur yang mudah dipahami, dan dapat bersifat imajinatif.
·  Teks tidak perlu mengulangi apa yang sudah digambarkan oleh ilustrasi.             

4)    Pembaca Pemula : Usia dasar (>9-12 tahun) – SD/MI/SLB kelas tinggi

· Buku dipilih oleh peserta didik secara mandiri.
· Buku mengandung informasi yang sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif, dan mengembangkan imajinasi.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan tanpa menggurui.
·  Ilustrasi memiliki alur yang baik dan dapat bersifat imajinatif.
·  Ilustrasi berfungsi untuk melengkapi alur cerita.


5)    Pembaca Madya : Remaja (>12-15 tahun) – SMP/MTs

· Buku memiliki teks yang padat namun mudah dicerna.
· Cerita mengandung informasi yang kaya, mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif, dan mengandung nilai moral yang disampaikan dengan tanpa menggurui.
· Buku mengandung nilai-nilai yang relevan dan sesuai dengan tahap psikologis remaja muda.
·  Ilustrasi berfungsi sebagai pelengkap buku.
·  Ilustrasi dapat bergaya sangat imajinatif, surealis, dan bersifat simbolis.

6)    Pembaca Tingkat lanjut ( advance): Dewasa muda (>15- 18 tahun) – SMA/SMK/MA

· Buku memiliki teks yang padat namun mudah dicerna.
· Cerita mengandung informasi yang kaya, mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif, dan mengandung nilai moral yang disampaikan dengan tanpa menggurui.
· Buku dapat mengeksplorasi daya nalar kritis pembaca remaja.
· Buku mengandung nilai-nilai yang relevan dan sesuai dengan tahap psikologis remaja.
·  Buku tidak selalu membutuhkan ilustrasi.


Daftar pertanyaan untuk memilih bahan bacaan yang baik
Daftar Pertanyaan untuk Memilih Bahan Bacaan
Pertanyaan
Cek
Penampilan, Material, dan Kualitas Cetak
1.    Apakah buku terbuat dari material dengan kualitas yang baik?
2.     Apakah buku terjilid dengan baik dan tidak mudah robek?
3.     Apakah ukuran huruf sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak?
4.     Apakah desain dan tata letak sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman pembaca target?

Bahasa
1.    Apakah bahasa yang digunakan adalah bahasa baku yang mudah dipahami?
2.    Apakah bacaan ditulis dengan estetika yang baik (dengan elemen figuratif sesuai usia seperti rima, dll.), sehingga mengembangkan kecerdasan berbahasa pembaca target?
3.    Apakah kosakata tidak mengandung istilah yang terlalu spesifik dan rumit (tanpa petunjuk gambar) atau vulgar dan melecehkan suatu kelompok tertentu?
4.    Apakah kosakata yang sulit diperkenalkan melalui penjelasan dalam konteks kalimat atau bantuan ilustrasi yang mendukung?

Buku Berilustrasi
1.    Apakah ilustrasi dibuat dengan baik dan menarik minat anak?
2.    Apakah ilustrasi dibuat dengan menghindari stereotip atau pelecehan terhadap kelompok tertentu?

Buku Fiksi
1.    Apakah cerita ditulis secara menarik dan sesuai dengan tingkat pemahaman pembaca target?
2.    Apakah cerita tidak mengandung stereotip atau pelecehan secara eksplisit atau implisit terhadap kelompok tertentu?
3.    Apakah cerita tidak mengandung materi yang tidak layak dari segi moral dan budaya?

Buku Non-fiksi Pengayaan dan Buku Teks Pelajaran
1.     Apakah buku memiliki fitur yang membantu anak untuk memahami informasi? (gambar, foto, keterangan gambar/foto, glosari, diagram, tabel, glosari, dll.).
2.     Apakah informasi yang disajikan akurat?
3.     Apakah informasi yang disajikan sesuai dengan usia pembaca target?
4.     Apakah informasi yang disajikan mewakili perspektif yang beragam?
5.     Apakah informasi disajikan dalam bahasa dan istilah yang dapat dipahami oleh pembaca target?
6.     Apakah informasi sesuai dengan nilai moral budaya dan tingkat pemahaman pembaca target?






Bagaimana membantu anak untuk memilih bahan bacaan secara mandiri?
                Daftar berikut dapat membimbing anak memilih buku yang tepat secara mandiri.
Tingkat Kesulitan Buku
Terlalu Mudah
Tepat
Terlalu Sulit
Kamu tahu semua kata-kata dalam buku ini.
Kamu tahu hampir semua kata-kata dalam buku ini.
Kamu hanya tahu sedikit kata-kata dalam buku ini (ada kata-kata sulit hampir pada setiap halaman buku).
Kamu membaca buku ini terlalu cepat.
Kamu membaca buku ini dengan kecepatan yang baik/sedang.
Kamu membaca buku ini terlalu lambat.
Kamu dapat menceritakan ulang cerita dalam buku ini dengan sangat mudah.
Kamu mengerti cerita dalam buku ini dan bisa menceritakannya kembali.
Kamu tidak bisa mengingat beberapa informasi penting dalam buku ini.


-          Pembelajaran :
Dalam tahap ini, pembelajaran semua mata pelajaran dilakukan dengan merujuk kepada ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam format buku-buku pengayaan. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif mencari referensi pembelajaran yang relevan dan mengurangi ketergantungan kepada buku teks pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Beberapa manfaat dari pembelajaran berbasis literasi, antara lain:
a.          meningkatkan kapasitas guru dan tenaga pendidik lain dalam mengelola sumber daya sekolah untuk mengoptimalkan pembelajaran sesuai dengan minat, potensi peserta didik, dan budaya lokal; tenaga pendidik akan menjadi figur teladan literasi dan pembelajar sepanjang hayat;
b.         pembelajaran berbasis literasi mengakomodasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Cara Belajar Peserta Didik Aktif) sehingga sekolah perlahan-lahan akan beralih dari metode konvensional/klasikal di mana guru menyediakan informasi untuk pembelajaran;
c.          mengurangi beban kognitif peserta didik dalam mengolah pengetahuan karena pembelajaran akan disajikan melalui buku-buku pengayaan yang berkualitas baik dan menarik;
d.         warga sekolah akan terbiasa mengolah informasi sesuai dengan kemanfaatan, akurasi konten, kepatutan dengan usia, dan tujuan pembelajaran; mampu mencari pengetahuan secara mandiri dan dapat menerapkan metoda pembelajaran yang sesuai dengan minat dan potensi mereka; dan
e.          warga sekolah akan terhubung dengan jejaring komunitas literasi karena pembelajaran berbasis literasi akan membutuhkan partisipasi publik serta dunia industri dan usaha.

Pembelajaran berbasis literasi salah satunya diterapkan dengan melaksanakan kegiatan membaca terpandu dan membaca bersama menggunakan buku pelajaran. Tetapi secara umum pengembangan pembelajaran berbasis literasi dilaksanakan dengan cara memaknai pembelajaran berbasis literasi dan menetapkan tujuan pembelajaran literasi di semua mata pelajaran. Dalam bagian ini juga akan dijelaskan pentingnya strategi pembelajaran literasi untuk semua disiplin serta contoh-contoh strategi pembelajaran literasi antara lain: read aloud, strategi pemahaman wacana (sebelum-selama-setelah membaca teks), K-W-L (Know-Want-Learn) Chart, Graphic Organizers

4.      Target pencapaian Gerakan Literasi Sekolah

Program literasi sekolah diharapkan akan menciptakan ekosistem sekolah yang literat. Ekosistem yang literat adalah lingkungan sekolah yang:
a)    menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar;
b)   semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
c)    menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d)   memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan
e)    mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal sekolah.

Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang adalah sebagai berikut.
SD
Ekosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada pengetahuan.
SMP
Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif,  perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
SMA
Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
SMK
Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial,  cinta kepada pengetahuan, dan siap kerja.
SLB
Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial, terampil, dan mandiri.

Kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA, SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada aspek krea­tivitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman (media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel di bawah ini:




Peta Kompetensi Literasi Sekolah di Tahap Pertama Gerakan

Jenjang
Komunikasi
Berpikir Kritis
Keamanan Media (Media Safety)
SD/SDLB awal
Mengartikulasikan empati terhadap tokoh cerita
Memisahkan fakta dan fiksi
Mampu menggunakan teknologi dengan bantuan/pendampingan orang dewasa
SD/SDLB lanjut
Mempresentasikan cerita dengan efektif
Mengetahui jenis tulisan dalam media dan tujuannya
Mengetahui batasan unsur dan aturan kegiatan sesuai konten
SMP/ SMPLB
Bekerja dalam tim, mendiskusikan informasi dalam media
Menganalisis dan mengelola informasi dan memahami relevansinya
Memahami etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial
SMA/ SMK/ SMALB
Mempresentasikan analisis dan mendiskusikannya
Menganalisis stereotip/ideologi dalam media
Memahami landasan etika dan hukum/aturan teknologi

Kompetensi berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai dengan kegiatan di setiap jenjang. Hal ini dijabarkan sebagai berikut.

 Jenjang
Menyimak
Membaca
Kegiatan
Jenis Bacaan
Sarana & Prasarana
SD awal
Menyimak cerita untuk menum- buhkan empati
Mengenali dan membuat inferensi, prediksi, terhadap gambar
Membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati
Buku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana, baik fiksi maupun nonfiksi
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca
SD lanjut
Menyimak (lebih lama) untuk memahami isi bacaan
Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/ teks lain, dll) 
Membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati
Buku cerita bergambar, buku bergambar kaya teks, buku novel pemula, baik dalam bentuk cetak/digital/visual
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca
SMP
Menyimak untuk memahami makna implisit dari cerita/pendapat penulis
Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/teks lain, dll) 
Membacakan buku dengan nyaring, membaca senyap
Semua jenis teks cetak/visual/ digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMP
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca
SMA/SMK
Menyimak cerita dan melakukan analisis kritis terhadap tujuan/ pendapat penulis
Mengembangkan pemahaman terhadap bacaan menurut tujuan penulisan, konteks, dan ideologi dalam penulisannya
Membacakan buku dengan nyaring, membaca senyap
Semua jenis teks cetak/visual/ digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMA/SMK
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca