Konsep Literasi
Literasi lebih dari
sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber
pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini,
kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan kom- ponen
literasi informasi sebagai berikut:
1. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan
(calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
2. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa
mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang
keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada
dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan
periodikal, memahami Dewey Decimal System
sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan,
memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam
memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian,
pekerjaan, atau mengatasi masalah.
3. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk
media yang berbeda, seperti media cetak,
media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media
internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa
dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum
terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang
pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.
4. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang
mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika
dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi
untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer
Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer,
menyim- pan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini,
diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan
masyarakat.
5. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi
media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan
belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan
bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita,
baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola
dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang
benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Literasi
yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk
berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya
sebagai warga negara global (global
citizen).Dalam konteks Indonesia, kelima keterampilan tersebut perlu diawali dengan literasi usia dini yang
mencakup fonetik, alfabet, kosakata, sadar dan memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan
menggambarkan dan menceritakan kembali (narrative
skills). Pemahaman literasi dini
sangat penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan
belajar baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai
dengan tahapan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian
terhadap keberlangsungan pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi
dasar.
Dalam pendidikan formal,
peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga
pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengem- bangan
komponen literasi peserta didik. Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara
belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju kepada komponen-komponen
literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi
akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual.
Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan perubahan paradigma
semua pemangku kepentingan untuk terciptanya lingkungan literasi ini.
Tujuan Umum Gerakan Literasi Sekolah
Menumbuhkembangkan insan serta
ekosistem pendidikan agar menjadi
pembelajar sepanjang hayat melalui gerakan literasi sekolah
Tujuan Khusus Gerakan Literasi
Sekolah
Menumbuhkembangkan
budi pekerti
b. Membangun
ekosistem literasi sekolah
c. Menjadikan
sekolah sebagai organisasi pembelajar (learning
organization) (Senge, 1990).
d.
Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan (knowledge management)
e. Menjaga
keberlanjutan budaya literasi
Sasaran Gerakan Literasi Sekolah
Insan dan ekosistem pendidikan dalam
satuan pendidikan
1.
Prinsip-prinsip pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah
Menurut Beers
(2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip
sebagai berikut.
- Perkembangan literasi berjalan
sesuai tahap perkembangan yang bisa diprediksi.
- Program literasi yang baik bersifat berimbang
Program literasi berlangsung di semua
area kurikulum
Pembiasaan dan
pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata
pelajaran. Pembelajaran di mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama
membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal
literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.
Tidak ada istilah terlalu banyak untuk
membaca dan menulis yang bermakna
Kegiatan
membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan kapan pun kondisi di kelas
memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan bentuk kegiatan yang bermakna dan
kontekstual. Misalnya, ‘menulis surat untuk wali kota’ atau ‘membaca untuk ibu’
adalah contoh-contoh kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada
peserta didik.
Diskusi dan strategi bahasa lisan
sangat penting
Kelas berbasis
literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi
tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga harus
membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis
dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan
pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan satu sama
lain.
Keberagaman perlu dirayakan di kelas
dan sekolah
Penting bagi
pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan, namun juga merayakannya melalui
agenda literasi di sekolah. Buku-buku yang disediakan untuk bahan bacaan
peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar peserta didik
dapat terpajan pada pengalaman multikultural sebanyak mungkin.
2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Sekolah memiliki peran yang amat
penting dalam menanamkan budaya literat pada anak didik. Untuk itu, tiap
sekolah tanpa terkecuali harus memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan
literasi. Di sekolah dengan budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan
cenderung lebih berhasil dan guru lebih bersemangat mengajar.
Perlu dipahami bahwa program membaca
seperti membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah bagian dari kerangka
besar untuk membangun budaya literasi sekolah.
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya
literat, Beers, dkk. (2009) dalam
buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction menyampaikan
beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah.
a. Lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan fisik adalah hal pertama
yang dilihat pengunjung. Pada dasarnya, lingkungan fisik haruslah ramah dan
kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya
literasi memiliki beberapa kondisi, antara lain karya peserta didik dipajang di
seluruh penjuru sekolah, termasuk koridor dan kantor kepala sekolah dan guru.
Selain itu, karya-karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan
kesempatan kepada semua kelas untuk menjadi perhatian. Selain itu, buku dan
bahan bacaan lain dapat didapat dengan mudah di pojok baca di semua kelas,
kantor, dan ruang lain di sekolah. Kantor kepala sekolah idealnya juga memajang
karya peserta didik dan buku-buku bacaan anak. Ruang pimpinan dengan pajangan
karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah
terhadap pengembangan budaya literat.
b. Lingkungan sosial dan afektif
Sekolah dibangun melalui model
komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Ini dapat dibentuk dengan
cara pemberian pengakuan atas pencapaian peserta didik sepanjang tahun.
Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk
menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Sesuai dengan semangat
literasi, prestasi yang dihargai tidak hanya akademik, namun juga sikap dan upaya
peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk
memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi mewarnai semua perayaan
penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk
festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan
sebagainya. Pimpinan sekolah harus mengambil peran aktif dalam menggerakkan
literasi. Yang bisa dilakukan, antara lain membangun budaya kolaboratif
antarguru dan staf sekolah. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai
kepakaran masing-masing. Peran orang tua sebagai sukarelawan dalam gerakan
literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya
literat.
c. Lingkungan
akademik
Lingkungan
fisik dan sosial akan dapat dibangun bila lingkungan akademik tercipta. Ini
dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah.
Pimpinan sekolah dapat membentuk tim literasi. Tim ini bertugas untuk membuat
perencanaan dan asesmen program. Adanya Tim Literasi Sekolah bisa memastikan
terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu membuat seluruh
anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar. Sekolah harus memberikan
alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya
dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan membacakan buku dengan
nyaring selama 15--30 menit sebelum pelajaran berlangsung, minimal 3 kali
seminggu. Waktu untuk kegiatan berliterasi ini sedapat mungkin tidak
dikorbankan untuk kegiatan lain yang tidak perlu. Untuk menunjang kemampuan
guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan mengikuti program pelatihan
tenaga kependidikan untuk peningkatan kapasitas literasi.
3.
Parameter sekolah yang telah
membangun budaya literasi
Tabel di bawah
ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur budaya literasi sekolah yang baik.
Ekosistem Sekolah yang Literat
a. Lingkungan
Fisik
|
|
1)
|
Karya peserta
didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor
(kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
|
2)
|
Karya peserta
didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada
semua peserta didik.
|
3)
|
Buku dan
materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
|
4)
|
Buku dan
materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/pengunjung
di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
|
5)
|
Kantor kepala
sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
|
6)
|
Kantor kepala
sekolah mudah diakses oleh warga sekolah.
|
b. Lingkungan
Sosial dan Afektif
|
|
1)
|
Penghargaan
terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara
rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan
yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
|
2)
|
Kepala
sekolah mengenali peserta didik bila masuk ruang kelas (bukan hanya peserta
didik yang berprestasi atau dianggap bermasalah).
|
3)
|
Kepala
sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
|
4)
|
Merayakan
hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari
Kartini dengan membaca surat-suratnya.
|
5)
|
Terdapat
budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing
(dan tidak saling menjatuhkan).
|
6)
|
Terdapat
waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi menjalankan program literasi
dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
|
7)
|
Staf sekolah
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan
program literasi.
|
c. Lingkungan
Akademik
|
|
1)
|
Terdapat Tim
Literasi Sekolah yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila
diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
|
2)
|
Disediakan
waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi:
membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca
bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi
buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presentation).
|
3)
|
Waktu berkegiatan
literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain yang dianggap
tidak perlu.
|
4)
|
Disepakati
waktu berkala untuk Tim Literasi Sekolah membahas pelaksanaan gerakan
literasi sekolah.
|
5)
|
Buku fiksi
dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi
sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
|
6)
|
Ada
kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk
staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan,
dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
|
7)
|
Seluruh warga
sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun
organisasi sekolah yang suka belajar.
|
(cf. Beers
dkk., 2009).
Aspek-aspek
tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya literasi di
sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan
situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerjasama untuk
mengimplementasikan strategi tersebut.
4.
Tiga tahap pelaksanaan GLS
-
Pembiasaan:
Tujuan: menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap
kegiatan membaca.
Fokus kegiatan pada
tahap pembiasaan:
1)
Membaca 15
menit sebelum pelajaran dimulai: membaca nyaring dan/atau membaca dalam hati (semuanya
tanpa tagihan).
2)
Pengembangan
lingkungan fisik sekolah untuk menumbuhkan minat pada literasi
a)
pengembangan
perpustakaan sekolah, sudut buku kelas, dan area baca;
b)
pengembangan
sarana lain yang mendukung penumbuhan minat terhadap literasi;
c)
pengembangan
koleksi teks cetak dan/atau visual dan digital
d)
pembuatan
bahan kaya teks (print rich materials).
Program keberhasilan pembiasaan membaca ditentukan oleh:
(1) akses terhadap buku, (2) daya tarik buku, (3) lingkungan yang kondusif, (4)
dorongan untuk membaca, (5) waktu tertentu untuk membaca, (6) tidak ada tagihan
tugas, (7) kegiatan tindak lanjut, (8) pelatihan guru dan tenaga kependidikan.
Jenis membaca pada tahap pembiasaan:
1) Membaca dalam hati:
aturan, tujuan, langkah-langkah.
2) Membaca
nyaring: aturan, tujuan,
langkah-langkah.
Rangkaian kegiatan
·
menentukan bacaan
·
membaca buku sampai tuntas
·
mendiskusikan buku yang telah dibaca
Membaca Dalam Hati
a.
Aturan
1) Peserta didik membaca
diam dengan memilih buku sesuai minat dan keinginannya.
2) Guru memberikan contoh
dengan bersama-sama membaca dalam hati pada saat yang sama.
3) Peserta didik memilih
satu buku, majalah, atau surat kabar selama waktu yang ditetapkan (15-30
menit).
4) Jam beker dipasang sebagai pengingat waktu mulai dan berakhirnya
kegiatan membaca.
5) Tidak ada tugas atau
catatan akademik yang perlu dilaporkan/diserahkan.
6) Seluruh komponen sekolah
(peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pustakawan)
berpartisipasi.
b.
Tujuan
Membaca dalam hati berkelanjutan bertujuan untuk
membangun kebiasaan membaca, misalnya berkonsentrasi, meningkatkan kemampuan
serta kelancaran membaca melalui kegiatan membaca untuk kesenangan.
c.
Langkah-langkah Membaca dalam hati
Sebelum Membaca
|
1)
Mintalah peserta didik untuk memilih buku yang ingin
dibaca dari sudut baca kelas
2)
Buku yang dipilih bebas, sesuai dengan minat dan
kesenangan peserta didik
3)
Memberikan penjelasan bahwa peserta didik akan membaca
buku tersebut sampai selesai, dalam kurun waktu tertentu, bergantung
ketebalan buku
4)
Peserta didik boleh memilih buku lain bila isi buku
dianggap kurang menarik
5)
Peserta didik boleh memilih tempat yang disukainya
untuk membaca
|
Saat Membaca
|
Peserta didik dan guru bersama-sama membaca buku
masing-masing dengan tenang selama 15 menit
|
Setelah Membaca
(pilihan, dapat dilakukan seminggu sekali)
|
1)
Guru dapat menggunakan 5-10 menit setelah membaca untuk
bertanya kepada peserta didik tentang buku yang dibaca.
2)
Sebagai alternatif, guru dapat menggunakan graphic organizer sebagai panduan
untuk membuat ringkasan cerita atau menuliskan respon.
3)
Selain itu, guru dapat mengajak peserta didik untuk
berdiskusi lebih lanjut
|
Membaca Nyaring (Reading Aloud)
d.
Tujuan
Membaca nyaring merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang baik.
Strategi ini efektif untuk menyampaikan ide-ide literasi yang baik kepada
peserta didik (Trelease, 2013). Membaca nyaring dapat dilakukan dalam bentuk
membacakan cerita atau sekadar menceritakan cerita kepada anak dengan tujuan
membangkitkan minat baca peserta didik; meningkatkan pengetahuan pada
anak-anak; memperkenalkan banyak kosakata baru kepada anak-anak; mendorong
anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran; kapasitas
memori atau daya ingat anak dapat ditingkatkan dengan cara meminta anak untuk
mengingat cerita yang telah dibacakan atau sampai sejauh mana cerita telah
disampaikan.
Membaca nyaring dilakukan
untuk memulai pelajaran; mendukung pembelajaran membaca dan menulis; mendukung
kurikulum mata pelajaran lain; membantu peserta didik mendiskusikan dan berpikir
tentang teks; memperkenalkan sebuah
novel yang baru; memperkenalkan tema baru; membuka wawasan baru; mengenalkan peserta didik
dengan struktur teks dan genre buku.
Adapun materi yang digunakan
untuk membaca nyaring antara lain novel, cerita pendek, puisi, buku bergambar, karya peserta didik, artikel majalah, artikel surat kabar, buku nonfiksi (teks
informasional, biography, pidato, dokumen sejarah, dsb.)
e.
Kaidah Membaca Nyaring
Langkah-langkah
1) Materi bacaan yang
dipilih sesuai dengan atau sedikit di atas tingkat membaca mandiri. Dengan
demikian materi menunjukkan potensi untuk meningkatkan kemampuan pemahaman
membaca peserta didik.
2) Guru perlu membaca materi
bacaan sebelumnya.
3) Guru perlu
mengidentifikasi proses dan strategi yang akan digunakan dalam membaca nyaring.
4) Guru perlu mengantisipasi
di bagian mana dalam bacaan “pengetahuan dasar” perlu dibangun. Guru dapat
mengaktifkan pengetahuan latar belakang peserta didik tentang hal yang
berhubungan dengan cerita yang akan dibaca melalui tanya jawab singkat tentang
pengarang, menerka isi buku dengan memperhatikan cover dan judul buku, seting
peristiwa, gambar, dll.
5) Pada tahap
sebelum membaca, guru memilih buku/cerita
yang bermanfaat dan menarik untuk dibacakan karena kandungan nilai moral,
sastra, keindahan, relevansi dengan kondisi anak, dll. Dalam memilih bahan,
guru dapat mempertimbangkan pilihan atau usul anak-anak. Guru mempersiapkan
diri dengan membaca cerita/buku tersebut dengan nyaring terlebih dahulu dan
menandai bagian-bagian yang perlu diberi penekanan dan ilustrasi, tempat jeda
untuk bertanya, dll.
6) Pada tahap membaca, guru
sebaiknya tidak membaca terlau cepat. Apabila memungkinkan gunakan suara yang berbeda
untuk pelaku yang berbeda. Jeda
diperlukan untuk membuat peserta didik yang sedang menyimak lebih terlibat.
Mereka dapat ditanya komentarnya tentang peristiwa dalam bacaan, atau menerka
apa yang akan terjadi berdasarkan informasi/bagian cerita yang sudah diketahui,
dsb. Perhatian peserta didik juga dapat diarahkan pada keindahan/keunikan
ekspresi yang digunakan pengarang. Selama proses membaca, perhatikan wajah
peserta didik untuk melihat reaksi dan keterlibatan peserta didik.
7) Untuk kegiatan pembiasaan
budaya membaca, peserta didik dapat diarahkan untuk membaca cerita menarik lain
di hadapan teman sekelas ataupun diadakan kompetisi/lomba membaca cerita bagi
peserta didik.
f.
Langkah-langkah Membaca Nyaring
Sebelum membaca
Tujuan
1)
untuk berinteraksi dengan teks sebelum membaca;
2)
untuk sarana mengenal teks yang akan dibaca;
3)
untuk membangun makna;
4)
untuk menggali informasi tersirat;
5)
untuk menebak isi bacaan;
Rasional:
Semakin banyak pengetahuan peserta didik digali
tentang teks yang akan dibaca, semakin dalam keterlibatan emosi dan pikiran
meraka dengan teks.
|
-
-
1)
Membuka percakapan tentang bahan bacaan yang akan
dibaca.
2)
Mengidentifikasi penulis, judul, latar, tokoh, dan
latar belakang.
3)
Menggali pengetahuan peserta didik yang terkait dengan
tema buku yang akan dibaca.
|
Saat membaca
|
1)
Membaca teks dengan pengucapan dan intonasi yang jelas.
2)
Mengajukan pertanyaan di antara kalimat untuk menggugah
respon peserta didik!
|
Setelah membaca
Materi pendukung:
-
peta cerita
-
graphic organizer
|
1)
Meminta peserta didik untuk merespon teks yang baru
saja dibaca.
2)
Meminta peserta didik untuk menceritakan kembali hasil
bacaan dengan menggunakan format urutan kejadian.
3)
Meminta peserta didik meringkas cerita yang selesai dibaca.
4)
Meminta peserta didik untuk berbagi kepada teman tentang
pemahamannya terhadap cerita!
|
-
Pengembangan:
1)
Membaca terpandu dan membaca bersama buku pengayaan (non teks pelajaran)
2)
Mengapa buku pengayaan sama pentingnya dengan buku teks pelajaran?
3)
Bagaimana memilih buku pengayaan untuk kegiatan literasi? (elemen cerita,
bahasa, visual)
4)
Prinsip-prinsip kegiatan literasi menggunakan buku pengayaan
Contoh-contoh
kegiatan
1)
Berbincang/menganalisis elemen-elemen cerita
2)
Membuat jurnal tanggapan terhadap cerita (kegiatan menulis dan menggambar)
3)
Kegiatan seni peran dan kriya bebasis tanggapan terhadap cerita
Elemen apa
saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan bacaan yang baik?
-
Tingkat kemampuan membaca
peserta didik.
-
Konten bacaan yang sesuai.
-
Ilustrasi.
Elemen
dalam Memilih Bahan Bacaan yang Baik
|
|||
1
Tingkat
kemampuan membaca
|
2
Konten
bacaan yang sesuai dengan tahap perkembangan psikologis
|
3
Ilustrasi
|
Contoh
Buku
|
1)
Pembaca Awal: (usia dini
(0-3 tahun) – Batita
|
· Informasi sangat sederhana; materi mencakup
lingkungan seputar lingkungan terdekat
anak.
· Cerita mengandung semangat optimisme bersifat
inspiratif.
· Cerita mengandung pesan moral yang disampaikan dengan
tidak menggurui.
|
· Ilustrasi sangat sederhana.
· Gambar berkaitan langsung dengan objek tulisan.
|
|
2)
Pembaca Awal Usia dini
(>3-6 tahun) – Pra-SD
|
· Peserta didik dapat dilibatkan untuk memilih buku.
· Cerita mengandung informasi sangat sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme dan bersifat
inspiratif.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan dengan
tanpa menggurui.
|
· Ilustrasi memiliki alur yang sederhana dan mudah
dipahami (tenaga pendidik dapat melakukan picture
walk, yaitu menerangkan alur ilustrasi tanpa bantuan teks).
|
|
3)
Pembaca Pemula : Pemula
Usia dasar (>6-9 tahun) – SD/MI/SLB kelas rendah
|
· Peserta didik dapat dilibatkan dalam pemilihan buku.
· Buku mengandung informasi yang sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif,
dan mengembangkan imajinasi.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan tanpa
menggurui.
|
· Ilustrasi memiliki alur yang mudah dipahami, dan dapat
bersifat imajinatif.
· Teks tidak perlu mengulangi apa yang sudah digambarkan
oleh ilustrasi.
|
|
4)
Pembaca Pemula : Usia dasar
(>9-12 tahun) – SD/MI/SLB kelas tinggi
|
· Buku dipilih oleh peserta didik secara mandiri.
· Buku mengandung informasi yang sederhana.
· Cerita mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif,
dan mengembangkan imajinasi.
· Buku mengandung pesan moral yang disampaikan tanpa
menggurui.
|
· Ilustrasi memiliki alur yang baik dan dapat bersifat
imajinatif.
· Ilustrasi berfungsi untuk melengkapi alur cerita.
|
|
5)
Pembaca Madya : Remaja
(>12-15 tahun) – SMP/MTs
|
· Buku memiliki teks yang padat namun mudah dicerna.
· Cerita mengandung informasi yang kaya, mengandung nilai
optimisme, bersifat inspiratif, dan mengandung nilai moral yang disampaikan
dengan tanpa menggurui.
· Buku mengandung nilai-nilai yang relevan dan sesuai
dengan tahap psikologis remaja muda.
|
· Ilustrasi berfungsi sebagai pelengkap buku.
· Ilustrasi dapat bergaya sangat imajinatif, surealis,
dan bersifat simbolis.
|
|
6)
Pembaca Tingkat lanjut ( advance): Dewasa muda (>15- 18
tahun) – SMA/SMK/MA
|
· Buku memiliki teks yang padat namun mudah dicerna.
· Cerita mengandung informasi yang kaya, mengandung nilai
optimisme, bersifat inspiratif, dan mengandung nilai moral yang disampaikan
dengan tanpa menggurui.
· Buku dapat mengeksplorasi daya nalar kritis pembaca
remaja.
· Buku mengandung nilai-nilai yang relevan dan sesuai
dengan tahap psikologis remaja.
|
· Buku tidak selalu membutuhkan ilustrasi.
|
Daftar
pertanyaan untuk memilih bahan bacaan yang baik
Daftar
Pertanyaan untuk Memilih Bahan Bacaan
|
|
Pertanyaan
|
Cek
|
Penampilan,
Material, dan Kualitas Cetak
1.
Apakah buku terbuat dari material dengan kualitas yang baik?
2.
Apakah buku terjilid dengan baik dan tidak mudah robek?
3.
Apakah ukuran huruf sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak?
4.
Apakah desain dan tata letak sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman
pembaca target?
|
|
Bahasa
1.
Apakah bahasa yang digunakan adalah bahasa baku yang mudah dipahami?
2.
Apakah bacaan ditulis dengan estetika yang baik (dengan elemen figuratif
sesuai usia seperti rima, dll.), sehingga mengembangkan kecerdasan berbahasa
pembaca target?
3.
Apakah kosakata tidak mengandung istilah yang terlalu spesifik dan rumit
(tanpa petunjuk gambar) atau vulgar dan melecehkan suatu kelompok tertentu?
4.
Apakah kosakata yang sulit diperkenalkan melalui penjelasan dalam konteks
kalimat atau bantuan ilustrasi yang mendukung?
|
|
Buku
Berilustrasi
1.
Apakah ilustrasi dibuat dengan baik dan menarik minat anak?
2.
Apakah ilustrasi dibuat dengan menghindari stereotip atau pelecehan
terhadap kelompok tertentu?
|
|
Buku
Fiksi
1.
Apakah cerita ditulis secara menarik dan sesuai dengan tingkat pemahaman
pembaca target?
2.
Apakah cerita tidak mengandung stereotip atau pelecehan secara eksplisit
atau implisit terhadap kelompok tertentu?
3.
Apakah cerita tidak mengandung materi yang tidak layak dari segi moral
dan budaya?
|
|
Buku
Non-fiksi Pengayaan dan Buku Teks Pelajaran
1.
Apakah buku memiliki fitur yang membantu anak untuk memahami informasi?
(gambar, foto, keterangan gambar/foto, glosari, diagram, tabel, glosari,
dll.).
2.
Apakah informasi yang disajikan akurat?
3.
Apakah informasi yang disajikan sesuai dengan usia pembaca target?
4.
Apakah informasi yang disajikan mewakili perspektif yang beragam?
5.
Apakah informasi disajikan dalam bahasa dan istilah yang dapat dipahami
oleh pembaca target?
6.
Apakah informasi sesuai dengan nilai moral budaya dan tingkat pemahaman
pembaca target?
|
Bagaimana
membantu anak untuk memilih bahan bacaan secara mandiri?
Daftar berikut dapat membimbing anak memilih buku
yang tepat secara mandiri.
Tingkat
Kesulitan Buku
|
||
Terlalu
Mudah
|
Tepat
|
Terlalu
Sulit
|
Kamu tahu semua kata-kata dalam
buku ini.
|
Kamu tahu hampir semua kata-kata
dalam buku ini.
|
Kamu hanya tahu sedikit kata-kata
dalam buku ini (ada kata-kata sulit hampir pada setiap halaman buku).
|
Kamu membaca buku ini terlalu
cepat.
|
Kamu membaca buku ini dengan
kecepatan yang baik/sedang.
|
Kamu membaca buku ini terlalu
lambat.
|
Kamu dapat menceritakan ulang
cerita dalam buku ini dengan sangat mudah.
|
Kamu mengerti cerita dalam buku
ini dan bisa menceritakannya kembali.
|
Kamu tidak bisa mengingat beberapa
informasi penting dalam buku ini.
|
-
Pembelajaran :
Dalam tahap ini, pembelajaran semua mata pelajaran
dilakukan dengan merujuk kepada ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia
dalam format buku-buku pengayaan. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif
mencari referensi pembelajaran yang relevan dan mengurangi ketergantungan
kepada buku teks pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Beberapa manfaat dari
pembelajaran berbasis literasi, antara lain:
a.
meningkatkan kapasitas guru dan tenaga pendidik lain dalam mengelola sumber
daya sekolah untuk mengoptimalkan pembelajaran sesuai dengan minat, potensi
peserta didik, dan budaya lokal; tenaga pendidik akan menjadi figur teladan
literasi dan pembelajar sepanjang hayat;
b.
pembelajaran berbasis literasi mengakomodasi pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik (Cara Belajar Peserta Didik Aktif) sehingga sekolah
perlahan-lahan akan beralih dari metode konvensional/klasikal di mana guru
menyediakan informasi untuk pembelajaran;
c.
mengurangi beban kognitif peserta didik dalam mengolah pengetahuan karena
pembelajaran akan disajikan melalui buku-buku pengayaan yang berkualitas baik
dan menarik;
d.
warga sekolah akan terbiasa mengolah informasi sesuai dengan kemanfaatan,
akurasi konten, kepatutan dengan usia, dan tujuan pembelajaran; mampu mencari
pengetahuan secara mandiri dan dapat menerapkan metoda pembelajaran yang sesuai
dengan minat dan potensi mereka; dan
e.
warga sekolah akan terhubung dengan jejaring komunitas literasi karena
pembelajaran berbasis literasi akan membutuhkan partisipasi publik serta dunia
industri dan usaha.
Pembelajaran berbasis literasi salah
satunya diterapkan dengan melaksanakan kegiatan membaca terpandu dan membaca bersama menggunakan buku pelajaran. Tetapi secara umum pengembangan pembelajaran berbasis
literasi dilaksanakan dengan cara memaknai pembelajaran berbasis literasi
dan menetapkan tujuan
pembelajaran literasi di semua mata pelajaran.
Dalam bagian ini juga akan dijelaskan pentingnya strategi pembelajaran literasi untuk semua
disiplin serta contoh-contoh strategi pembelajaran literasi antara
lain: read aloud, strategi pemahaman
wacana (sebelum-selama-setelah membaca teks), K-W-L (Know-Want-Learn) Chart, Graphic Organizers
4.
Target pencapaian Gerakan Literasi
Sekolah
Program literasi sekolah
diharapkan akan menciptakan ekosistem sekolah yang literat. Ekosistem yang
literat adalah lingkungan sekolah yang:
a)
menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan
semangat warganya dalam belajar;
b)
semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai
sesama;
c)
menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d)
memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat
berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan
e)
mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan
eksternal sekolah.
Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang adalah sebagai berikut.
SD
|
Ekosistem SD yang literat adalah kondisi
yang menanamkan dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada
pengetahuan.
|
SMP
|
Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan
sikap kritis, kreatif, perilaku empati
sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
|
SMA
|
Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan
sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial,
dan cinta kepada pengetahuan.
|
SMK
|
Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan
sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati
sosial, cinta kepada pengetahuan, dan
siap kerja.
|
SLB
|
Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan
sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial, terampil, dan mandiri.
|
Kemampuan
literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan pendidikan SD, SMP,
dan SMA, SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media menuntut kemampuan
literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada aspek kreativitas,
kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu hal yang penting
adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman (media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel di bawah ini:
Peta Kompetensi Literasi Sekolah di
Tahap Pertama Gerakan
Jenjang
|
Komunikasi
|
Berpikir
Kritis
|
Keamanan
Media (Media Safety)
|
SD/SDLB awal
|
Mengartikulasikan
empati terhadap tokoh cerita
|
Memisahkan fakta
dan fiksi
|
Mampu
menggunakan teknologi dengan bantuan/pendampingan orang dewasa
|
SD/SDLB
lanjut
|
Mempresentasikan
cerita dengan efektif
|
Mengetahui
jenis tulisan dalam media dan tujuannya
|
Mengetahui
batasan unsur dan aturan kegiatan sesuai konten
|
SMP/ SMPLB
|
Bekerja dalam
tim, mendiskusikan informasi dalam media
|
Menganalisis
dan mengelola informasi dan memahami relevansinya
|
Memahami
etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial
|
SMA/ SMK/
SMALB
|
Mempresentasikan
analisis dan mendiskusikannya
|
Menganalisis
stereotip/ideologi dalam media
|
Memahami
landasan etika dan hukum/aturan teknologi
|
Kompetensi
berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di satuan pendidikan
SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di tiap-tiap jenjang perlu
melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang didukung
oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai dengan kegiatan di setiap
jenjang. Hal ini dijabarkan sebagai berikut.
Jenjang
|
Menyimak
|
Membaca
|
Kegiatan
|
Jenis Bacaan
|
Sarana &
Prasarana
|
SD awal
|
Menyimak cerita untuk menum- buhkan
empati
|
Mengenali dan membuat inferensi,
prediksi, terhadap gambar
|
Membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati
|
Buku cerita bergambar, buku tanpa
teks, buku dengan teks sederhana, baik fiksi maupun nonfiksi
|
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area
Baca
|
SD lanjut
|
Menyimak (lebih lama) untuk memahami
isi bacaan
|
Memahami isi bacaan dengan berbagai
strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/
teks lain, dll)
|
Membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati
|
Buku cerita bergambar, buku bergambar
kaya teks, buku novel pemula, baik dalam bentuk cetak/digital/visual
|
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area
Baca
|
SMP
|
Menyimak untuk memahami makna
implisit dari cerita/pendapat penulis
|
Memahami isi bacaan dengan berbagai
strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan
pengalaman/teks lain, dll)
|
Membacakan buku dengan nyaring,
membaca senyap
|
Semua jenis teks cetak/visual/
digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMP
|
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area
Baca
|
SMA/SMK
|
Menyimak cerita dan melakukan
analisis kritis terhadap tujuan/ pendapat penulis
|
Mengembangkan pemahaman terhadap
bacaan menurut tujuan penulisan, konteks, dan ideologi dalam penulisannya
|
Membacakan buku dengan nyaring,
membaca senyap
|
Semua jenis teks cetak/visual/
digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMA/SMK
|
Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area
Baca
|