BAB
I
NILA-NILAI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA
A. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang rahmatan-lil’alamin, yang
mempunyai syariat yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya. Ajaran Islam
disyariatkan karena mengandung banyak hikmah bagi manusia. Semua makhluk dan
kejadian yang diciptakakan oleh Allah SWT pasti ada hikmahnya, tidak ada
perintah dan ciptaan Allah yang sia-sia. Demikian pula halnya dengan urusan
ibadah dan muamalah, baik yang diperintah maupun yang dilarang-Nya, semuanya mengandung
hikmah meskipun mungkin diantara hikmah-hikmah tersebut belum dapat terungkap
oleh manusia. Salah satu ibadah mengandung banyak hikmah adalah ibadah puasa.
Puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam
Islam. Keistimewaan itu antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak
aspek dalam diri manusia selama menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang
bersifat jasmaniah maupun aspek yang bersifat ruhaniah, aspek emosional dan
aspek spiritual. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan dalam melaksanakan
ibadah puasa. Jika dilihat hikmah-hikmah yang terdapat dalam pelaksanaan ibadah
puasa tersebut sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan pada
dasarnya usaha untuk mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik
potensi jasmani maupun potensi rohani.
Sebagaimana dikatakan Hasan Langgulung bahwa tujuan-tujuan
pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama,
yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis
yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai yang
mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial
yang berkaitan dengan aturanaturan sosial yang menghubungkan manusia dengan
manusia lain atau masyarakat dimana masing-masing memiliki hak-hak dan
tanggungjawab untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang.[1][1] Tujuan ini sangat relevan jika dikaitkan dengan
hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa.
Dalam makalah ini, fokus masalah
yang akan dibahas adalah mengenai :
1) Tinjauan Umum Tentang
Ibadah Puasa
2) Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah Puasa
B. TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH PUASA
1) Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa Arab disebut اﻟصيام, sebagaimana
di-jelaskan oleh M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yang ber-judul Tafsir Al-Mishbah, yang artinya menahan
diri.[2][2]
Sedangkan menurut istilah syara’, Sayyid Sabiq menje-laskan
bahwa, puasa berarti menahan diri dari perbuatan tertentu dengan niat dan
menurut aturan tertentu sejak terbit matahari hingga terbenam.[3][3]
Menahan diri dari perbuatan tertentu yang dimaksud Sayyid
Sabiq diatas adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh serta dari
seluruh yang membatalkan ibadah puasa yang termaktub dalam aturan atau
syarat-syarat ibadah puasa yang telah ditetapkan oleh syara’.
2) Hukum dan Macam-macam Puasa
a. Puasa Wajib
Dalam buku Materi Pendidikan Agama Islam, Supiana dan Karman menjelaskan bahwa
Ibadah puasa yang hukumnya wajib (harus) dilakukan ada tiga, yaitu wajib karena waktunya (puasa ramadhan), wajib
karena sebab tertentu (puasa kafarat) dan wajib karena ia sendiri yang
mewajibkannya yaitu puasa nazar (janji).[4][4]
b. Puasa Sunah (tathawwu’)
Puasa sunah yakni puasa yang
dianjurkan oleh Rasullullah SAW. apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan
bila ditinggalkan tidak berdosa.
Dalam buku Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri
menjelaskan bahwa puasa sunnah merupakan puasa yang berpahala besar dan sebagai
tambahan pahala, serta menutup kekurangan atau ketidak-sempurnaan pada puasa
wajib.[5][5]
Adapun macam-macam puasa sunnah,
beliau menyebutkan diantaranya yaitu, puasa Nabi Dawud, puasa muharram, puasa
enam hari di bulan syawal, puasa tiga hari pada pertengahan tiap-tiap bulan,
puasa senin dan kamis, puasa Sembilan hari di bulan zulhijjah, puasa
fisabillillah dan memperbanyak puasa sunnah di bulan sya’ban.
3) Rukun Puasa
Fardu atau rukun puasa ada dua, yakni niat puasa dan menahan
diri dari yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Ibadah puasa tidak sah apabila dilakukan tanpa niat, begitu yang dijelaskan
oleh Sayyid Sabiq, hal ini dikarenakan ibadah puasa merupakan ibadah mahdhah.[6][6]
4) Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Beberapa hal yang membatalkan ibadah puasa sebagaimana
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, adalah sebagai berikut :
a. Makan dan minum dengan sengaja,
sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke 187
:
Artinya : “… dan makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam … “ (QS. 2 : 187)
b. Al-Huqnah, yaitu
memasukkan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul.
c. Muntah dengan sengaja.
d.Bersetubuh,
walau tidak sampai keluar mani. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah :
187:
Artinya :
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri
kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka… “
e. Keluar mani dengan sebab mubasyarah
(bersentuhan kulit tanpa alas).
f. Haid
g. Nifas
h. Gila
i. Murtad
5) Sunnah-sunnah Puasa
Adapun hal-hal yang dianjurkan
oleh Rasullullah SAW. dilakukan ketika menjalani ibadah puasa, Muhammad Ibrahim
At-Tuwaijiri adalah sebagai berikut[7][7] :
a. Makan
sahur
b. Menyegerakan
berbuka puasa bila waktunya telah tiba
c. Memperbanyak
berdzikir, berdoa dan membaca basmallah ketika berbuka puasa serta
membaca hamdallah setelah selesa.
d. Bersiwak
e. Shalat
tarawihBersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir
f. dan
lain-lain
C. NILAI-NILAI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA
Dari uraian mengenai tinjauan umum
ibadah puasa di atas, dapat diketahui bahwa ibadah puasa sebagai ibadah
mahdhah, ada yang diwajibkan menurut waktunya, yakni puasa satu bulan penuh
dalam setahun di bulan ramadhan, ada juga yang diwajibkan karena sesuatu hal
yaitu puasa kafarat dan ada juga yang diwajibkan karena kehendak diri sendiri
yaitu puasa nazar. Selain itu, ada banyak macam-macam puasa yang dianjurkan
oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai puasa sunnah yang berpahala besar sehingga
dapat menutupi kekurangan nilai pahala puasa wajib.
1) Ibadah puasa dapat mendidik manusia menjadi pribadi muslim
yang bertaqwa
Tujuan utama Allah SWT. mensyari’atkan ibadah puasa adalah
supaya manusia bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an
surah Al-Baqarah ayat ke 183 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {183}
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” (QS. 2:183)
Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri
mengemukakan bahwa ibadah puasa merupakan sarana untuk mendidik atau
membentuk manusia, supaya dapat menjadi
pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT.[8][8] dengan
mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan yang telah
ditentukan. Dimana didalam ibadah puasa ada hal-hal yang harus dikerjakan
sebagai syarat atau rukun ibadah puasa dan ada pula hal-hal yang harus
ditinggalkan supaya ibadah puasa yang dikerjakan dapat diterima disisi Allah
SWT.
Inilah hal utama yang menjadi
nilai pendidikan Islam yang dapat diambil dari ibadah puasa, dimana pendidikan
didalam islam diarahkan pada tujuan utama diciptakannya manusia yaitu untuk
mengabdi kepada Allah SWT, mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi
hal-hal yang dilarang (Taqwa).
a. Mendidik
manusia berjiwa sosial tinggi
Di dalam ibadah puasa semua orang
merasakan rasa lapar dan dahaga tanpa pandang bulu baik orang kaya ataupun
miskin, tua maupun muda, semua sama dihadapan Allah swt. Sehingga dengan
persamaan demikian akan tertanam dalam dirinya rasa persamaan (musawah),
perasaan demikian diharapkan membekas dan menjadi prinsip kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Dengan demikian, maka puasa
merupakan salah satu proses menuju terbentuknya masyarakat yang menjungjung
tinggi nilai persamaan, keadilan dan pemerataan. Di sisi lain, nilai-nilai
sosial pada puasa tidak berhenti pada praktek puasa itu saja. Dalam
kenyataannya puasa merupakan salah satu sistem yang jitu untuk dapat
menghilangkan sifat angkuh, sombong, bakhil, egois, dan sifat tidak terpuji
lainnya. Sebab dengan berpuasa, maka seorang mukmin akan mengetahui dan
menyadari betapa lemah dirinya.
Tatkala dicekam oleh rasa lapar dan
dahaga, akan terbukalah mata hatinya terhadap nasib si miskin, yang senantiasa
hidup dalam kekurangan. Sehingga akan menimbulkan sikap murah hati, guna
menolong mereka yang serba kekurangan dan lemah, yang pada akhirnya akan
melahirkan pula sikap kasih sayang kepada sesama muslim. Maka jelaslah
kehidupan masyarakat muslim akan semakin kokoh dan lestari.[10][10]
Aspek sosial sebagai perwujudan dari
pengaruh puasa ini, bisa dicapai jika kita mampu menanamkan secara teguh
kesadaran akan kehadiran orang lain dalam diri kita. Maka, ibadah puasa mencoba
membuka tabir ruang-ruang pribadi yang masih dibingkai sekap egois dan tidak
mampu menyentuh dunia luar. Ini berarti, ibadah puasa menekankan sikap
kesetiakawanan sosial dan solidaritas yang tinggi terhadap orang lain sebagai
perwujudan tingkat takwa yang diliputi oleh ketulusan dan keikhlasan.
Allah SWT. berfirman dalam teks
Al-Qur’an Surah Al-Kahfi ayat ke 110
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ
مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ
أَحَدًا {110}
Artinya : Katakanlah:"Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah
kamu itu adalah Ilah Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Rabb-nya". (QS. 18:110)
b. Mendidik
manusia untuk bersikap jujur dan amanah
Melalui ibadah puasa, orang yang
beriman dilarang makan, minum dan berhubungan antara suami istri pada siang
hari, hal ini dikarenakan Allah hendak memperlihatkan faedah besar dari
larangan itu. Dan yang paling utama adalah latihan bersikap jujur dan amanah
pada diri sendiri.
Jika di segala waktu, dilarang
memakan makanan yang haram, maka di waktu puasa makan yang halalpun
dilarang kalau di makan sebelum waktu berbuka datang. Orang yang beriman akan
dapat menahan hawa dan nafsunya dalam rangka mematuhi perintah Allah, meskipun
dalam keadaan seorang diri, dimana tidak ada orang lain, namun ia tetap
berpuasa, karena ia percaya bahwa Allah melihatnya.
Pendidikan dalam Islam anatara lain
diarahkan pada pendidikan akhlak yang baik. Bersikap jujur terhadap semua
ucapan dan perbuatannya, serta amanah (terpercaya) dalam segala hal yang
dipercayakan kepadanya.
c. Mendidik
manusia untuk hidup sederhana
Ibadah puasa sarat dengan nilai yang
mengajarkan manusia untuk memahami pentignya pola hidup sederhana. Nilai-nilai
kesederhanaan yang bisa diperoleh dari puasa dan amaliah-amaliah Ramadhan,
lebih jauh lagi akan menyadarkan orang-orang yang beriman bahwa harta, benda,
kedudukan, dan memperoleh kesempatan memperoleh kanikmatan dunia, semuanya
adalah amanat Allah swt. Manusia jangan sampai terpukai olehkelezatan dan
kemewahan dunia, meskipun diantara mereka ada yang mampu bahkan berkelebihan
dalam mendapatkannya.
Sebaliknya, hendaknya manusia selalu
mensyukuri dengan membelanjakan kenikmatan-kenikmatan itu di jalan yang
ditentukan Allah swt. Rasulullah SAW. selalu mengajarkan sifat sederhana kepada
pengikut-pengikutnya serta memperingatkan kepada umatnya tidak menjadi
pemboros. Banyak riwayat yang menyatakan tentang kesederhanaan hidup Nabi, para
sahabat Nabi, para zahid, orang-orang saleh, pemimpin umat dan para pejuang di
jalan Allah.[11][11] diantara riwayat yang mencontohkan hidup sederhana Nabi
sebagaimana sabda-Nya:
Artinya : “Dari Abdullah berkata:
. Nabi saw berbaring di atas tikar, dan ketika bangun, tikar teresebut berbekas
di kulitnya, maka saya berkata, . Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah,
seandainya engkau memberi tahu kami, tetntu kami akan gelarkan untuk u suatu
alas yang dapat melindungimu dari sesuatu yang menyakitimu, maka Rasulullah
menjawab . Untuk apakah dunia bagiku, sesungguhnya aku di dunia ini seperti
orang pengendara yang bernaung sebentar di bawah pohon, kemudian pergi dan
meninggalkannya.” (HR. Ibnu Majah)
Kesederhanaan adalah ciri pola hidup
yang moderat, tengahtengah dan ideal, antara kemewahan dan kepapaan. Ia
merupakan sifat yang baik diantara dua sifat yang buruk, yakni boros dan kikir.
Karena itu agama menekankan kesederhanaan dan mengajarkan bahwa orang yang
dapat menjaga diri dari perilaku hidup yang berlebih-lebihan termasuk orang
yang bertakwa dan bisa menyelamatkan diri dari hal-hal yang membahayakan
agamanya.
Karena itu, orang yang ingin
selamat, harus menjauhi hidup yang berlebihan meskipun pada hal-hal yang halal.
Dan salah satu cara yang efektif untuk menghindari sikap yang berlebihan adalah
melaksanakan puasa serta menghayati hikmah-hikmahnya.
d. Mendidik
manusia untuk bersifat sabar
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya
Ihya Ulumuddin, sebagaimana ditulis oleh Wahjotomo sabar dapat diklasifikasikan
menjadi tiga bagian, yaitu sabar dalam menghadapi cobaan (musibah), sabar dalam
meninggalkan maksiat, dan sabar dalam memenuhi perintah (taat).[12][12] Tiga kelompok ini dapat ditumbuhkan melalui aktivitas
berpuasa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda :
Artinya : Menceritakan kepada
kami abu bakar, menceritakan kepada kami : Abdullah bin Al-Mubarak,
menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah al 'Adanity, menceritakan kepada
kami Abdul Aziz bin Muham, semuanya dari Musa bin "Ubaidah Dari Jumhur,
dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah bersabda : "Setiap sesuatu itu
ada zakatnya, sedang zakatnya badan yaitu puasa. Mukhrij dalam hadits
menambahkan Rasulullah saw bersabda : "Puasa adalah setengan
darikesabaran". (HR. Ibnu Majah)
Orang yang menunaikan puasa berarti
ia telah melaksanakan pengawasan pribadi dengan menjauhi makan, minum,
kesenangan badaniah, nafsu syahwat dan hal-hal yang terlarang lainnya dengan
penuh kesabaran dan kedisiplinan. Itulah sebabnya puasa yang dibarengi dengan
ketulusan hati untuk mencari keridhoan Allah SWT akan mampu menjadikan pelakunya
berjiwa sabar dan selalu teguh pendirian.
e. Mendidik
manusia untuk mengendalikan hawa nafsu
Untuk melatih dan mengendalikan hawa
nafsu banyak cara dan upaya yang dilakukan, namun yang paling efektif adalah
dengan berpuasa. Sebab puasa adalah menahan diri dari makan, minum, hubungan
seksual dan laku perbuatan yang tidak baik menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syara’ pada waktu yang telah ditentukan pula. Dengan demikian,
puasa itu berfungsi sebagai pengendali dan pengontrol hawa nafsu agar tidak
semenamena melampiaskan apa-apa yang diinginkan manusia. Dalam kaitan ini
Raulullah SAW. bersabda :
Artinya : “Dari abu Hurairah r.a
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda puasa itu penjaga (perisai) maka janganlah
ia berkata buruk dan janganlah berbuat kebodohan jika ia dimusuhi atau di caci
maki oleh seseorang maka katakanlah: "sesungguhnya saya ini sedang
berpuasa dua kali, dengan yang diriku ditangannya sungguh bau busuknya mulut
orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah daripada bau kesturi." Ia
meninnggalkan makanya minumnya dan syahwatnya (nafsu sex) nya karena aku. Puasa
itu bagiku dan aku membalasnya, sedang keberikan itu (dibalas) dengan sepuuh
kalinya.” (HR. Bukhari).
Puasa adalah suatu ibadah untuk
mengendalikan hawa nafsu. Dengan puasa seseorang harus mampu menaklukkan hawa
nafsunya, agar nafsu itu bisa diarahkan kepada hal-hal yang positif. Dalam
sebuah hadis sebagai mana yang dikutif oleh Wahjoetomo, yang diriwayatkan oleh
Usman Bin Hasan disebutkan bahwa Allah swt bertanya kepada akal dan nafsu
tentang kedudukan dia dan Tuhannya. Akal langsung mengakui bahwa Allah itu
adalah Tuhannya dan dia adalah hambanya. Sedangkan nafsu tidak langsung
mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya. Sehingga Allah Allah menghukum nafsu
dengan rasa lapar yang sangat sehingga ia mengakui bahwa Allah itu adalah
tuhannya dan ia adalah hambanya.[13][13]
3) Ibadah Puasa Sebagai Sarana Pendidikan Jasmani
Puasa telah lama dikenal manusia. Dengan berpuasa seseorang
akan terdidik untuk memasukkan makanan, minuman yang masuk ke dalam tubuhnya.
Orang yang berpuasa tidak akan sembarangan memasukkan makanan, minuman kedalam
tubuh baik dalam segi jenis makanan, waktu memakan, cara memakan dan lain
sebagainya yang akan masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh akan terjaga dan
tetap sehat.
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu
Sehat, kegunaan puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek
perlindungan, pencegahan, dan pengobatan diantaranya[14][14] :
a. Memberikan istirahat kepada alat pencernaan
Sebagaian besar ahli-ahli kesehatan
sepakat mengatakan, bahwa. Alat pencernaan (perut) merupakan sumber dari
berbagai macam penyakit. Perut merupakan terminal dalam tubuh, tempat berlabuh
dan berhenti segala makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayuran dan segala
macam yang tertumpuk di sana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Maka justru
itulah perut perlu dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan cara
menjalankan puasa.
b. Membebaskan tubuh dari racun,
kotoran dan ampas
Pada tubuh manusia terdapat sampah
berbahaya, seperti fases (tinja), urine, CO2 dan keringat. Oleh karena itu
tubuh akan terancam bahaya bila mengalami sembelit yang disebabkan menumpuknya
sisa-sisa sari makanan (tinja) di usus, yang pada akhirnya menyebabkan tinja
tersebut terserap oleh tubuh. Dengan berpuasa berarti mengatasi suplai makanan
yang masuk ke dalam tubuh, penumpukan racun, tubuh bersih dari racun, kotoran
dan ampas.
c. Puasa mencegah dan menyembuhkan
penyakit mag
Penyakit mag disebabkan oleh karena
asam dikeluarkan oleh lambung sedangkan di lambung tidak ada makanan yang bisa
dicerna oleh asam sehingga lambung merasa perih yang disebut dengan penyakit
mag (lambung). Dengan puasa seseorang disetting seluruh tubuhnya untuk puasa pada
esok harinya untuk tidak ada makanan yang masuk ke lambung, sehingga lambungpun
terperintah untuk tidak mengeluarkan asamnya ketika tidak ada makan itu,
sehingga orang yang berpuasa terhindarlah dari penyakit mag.
d. Memblokir makanan untuk bakteri,
virus, dan sel kanker
Dalam tubuh manusia terdapat
parasit-parasit yang menumpang makanan dan minuman. Dengan menghentikan
memasukkan makanan, kumankuman penyakit, bakteri-bakteri dan sel-sel kanker
tidak akan bertahan hidup. Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama
sel-sel yang telah mati dan toksin.
e. Waktu berpuasa merupakan kesempatan
yang paling baik untuk menjaga dari segala kebiasaan yang membahayakan
Kebiasaan yang membahayakan
kesejahteraan, missal-nya merokok. Karena kebiasaan ini akan menyebabkan syaraf
seseorang akan kecanduan. Jika seseorang telah menjadi pecandu, maka tidak
mungkin menghentikannnya dengan tiba-tiba, jika itu dilakukan maka ia akan
merasa sakit dan lemah syarafnya. Tetapi jika menghilangkan kebiasaan itu
dengan berpuasa selama 12jam dalam sehari dalam masa 4 mingu secara rutin, maka
kimia ganja, alcohol dan nikotin hari demi hari secara bertahap sedikit demi
sedikit berkurang kadarnya sehingga syaraf akan bebas dari pengaruh benda-benda
yang berbahaya dengan mudah dan nyaman.
A. Macam-Macam Puasa
1.
PUASA
WAJIB
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilaksanakan
berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara
lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa
dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an
sebagai berikut:
Dalil
Al-qur’an:
"Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa" (QS. Al
Baqarah: 183).
Dalilhadis:
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari).
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari).
b. Puasa Kafarat
Puasa
kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap
suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga
mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk
pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
Apabila
seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian
kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus
melaksanakan puasa selama tiga hari.
Apabila
seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup
membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa
dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
Menurut
Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang
yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada
bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2
(dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan
yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia
wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut
2.
PUASA SUNNAH
Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan
akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun
puasa sunnah itu antara lain :
a.
Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber
dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: “
Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan
berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama
setahun”
b. Puasa hari Senin dan
hari Kamis.
Hadist
Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada hari senin dan kamis,
kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari
senin dan hari kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali
mereka mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
c. Puasa hari Arafah
(Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari
Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua
tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang”[15]
(H. R. Muslim) .
d. Puasa bulan Asyura
Dari
Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10
Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu
.
e. Puasa Nabi Daud (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber
dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud
as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as.
Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan
sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan
tidak berpuasa sehari.” .
Mengenai
masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari
Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan.
Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah
direncanakan hanya pada hari itu saja.
f. Puasa bulan Rajab,
Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari
Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau
tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak
berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan
kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada
puasa di bulan Sya’ban.
3.
PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu
antara lain :
1.
Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa
pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara
mandiri.Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari
Abu Hurairah ra.berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu
berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau
sesudahnya.”
4.
PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama
Islam.Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
•
Puasa pada dua hari raya
Dari
Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti
shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua
hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari
kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua
makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
•
Puasa Dahr (puasa tiap hari tanpa buka)
Hadist
Rasulullah SAW: “tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus menerus”. (HR.
Bukhari)
HIKMAH PUASA
1. Puasa membiasakan seseorang takut kepada
Allah SWT, karena orang yang sedang berpuasa tidak ada yang mengontrol dan
melihat kecuali Allah SWT.
2. Puasa mampu menghancurkan tajamnya
syahwat dan mengendalikan nafsu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para
pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya
nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang
tidak mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa sesungguhnya dapat mengendalikan
syahwat.
3. Puasa membiasakan seseorang berkasih
sayang. Membiasakan untuk selalu berkurban dan bersedekah. Di saat ia melihat
orang lain serba kekurangan, tersentuhlah hatinya untuk berbagi kepadanya.
4. Puasa membiasakan keteraturan hidup,
yaitu orang yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama, dan tidak ada yang
lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan.
5. Adanya persamaan antara yang miskin dan
kaya, antara penguasa dan biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan
kewajiban agama.
6. Puasa dapat menghancurkan sisa-sisa
makanan yang mengendap dalam tubuh, terutama pada orang yang mempunyai
kebiasaan makan dan sedikit kegiatan.
7. Puasa dapat membersihkan jiwa, karena
puasa hakikatnya memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan
minum, dan setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan berpuasa,
syahwat dapat dipersempit geraknya.
8. Puasa membentuk manusia baru, Rasulullah
SAW bersabda: Barangsiapa berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah SWT,
maka ia keluar dari bulan Ramadhan sebagaimana bayi yang baru lahir.
BAB
III
Kesimpulan
Berpuasa merupakan ibadah yang sangat baik bagi
manusia.Dengan berpuasa dapat melatih kita dari berbagai macam godaan hawa
nafsu yang setiap hari menggoda setiap manusia. Tidak salah jika ibadah puasa
merupakan salah satu dari rukun islam. Oleh karena itu adanya fiqih tentang
puasa bertujuan agar kita dapat mempelajari tentang hukum-hukum islam berkaitan
dengan puasa. Puasa sangatlah penting untuk dipelajari agar setiap ibadah puasa
kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan yaitu meningkatkan
kualitas iman serta taqwa berdasarkan Alquran dan sunnah.
Puasa
dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam Islam. Keistimewaan itu
antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak aspek dalam diri manusia
selama menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang bersifat jasmaniah maupun
aspek yang bersifat ruhaniah, aspek emosional dan aspek spiritual. Hal ini
dapat dilihat dari aturan-aturan dalam melaksanakan ibadah puasa. Jika dilihat
hikmah-hikmah yang terdapat dalam pelaksanaan ibadah puasa tersebut sangat erat
kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan pada dasarnya usaha untuk
mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik potensi jasmani maupun
potensi rohani.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.Selaku pemakalah meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah, mohon dimaklumkan.
[1][1] Hasan Langgulung, BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM,
(Bandung: Al-Ma.arif, 1962), hlm : 45-46
[4][4] Supiana dan Karman, MATERI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001) hlm: 84
[5][5] Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI
ISLAM AL-KAMIL,( Jakarta: Darus Sunnah Press,2012), hlm : 823
[7][7]Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI
ISLAM AL-KAMIL,(Jakarta:
Darus Sunnah Press,2012), hlm: 818-821
[8][8] Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI
ISLAM AL-KAMIL, (Jakarta:
Darus Sunnah Press, 2012), hlm: 805
[15]
Adib Bisri Mustofa, Tarjamah Shahih Muslim II,
CV.Assyifa, Semarang, 1993, hlm. 407
0 komentar:
Posting Komentar