BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
ILMU PENGETAHUAN
Pengertian
ilmu, kata ilmu merupakan terjemah dari kata science, yang secara etimologi berasal dari kata latin scire, yang artinya to know.
Dalam pengertian
yang sempit science diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.[1]
Ilmu
adalah hasil dari pengalaman manusia dari suatu penelitian dengan melalui
penelitian, dan eksperimen yang akhirnya mengambil suatu hipotesis lalu
menentukan suatu kesimpulan deduktif dan induktif. Ilmu disusun berdasarkan
bahasa, logika yang dapat membantu manusia memecahkan suatu masalah.[2]
Pengertian
pengetahuan secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam
bahasa inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminology
ialah menurut Gazalba, pengetahuan adalah apa yang di ketahui atau usaha pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti, dan pandai.Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran.[3]
Pengetahuan
dikategorikan kepada tiga jenis :
1.
Pengetahuan inderawi, yaitu ini meliputi semua
fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh pancaindra.
2.
Pengetahuan keilmuan, yakni meliputi semua
fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen, bisa dijangkau oleh
rasio, atau otak dan pancaindra.
3.
Pengetahuan falsafi, yakni mencakup segala
fenomena yang tak dapat diteliti, tetapi dapat dipikirkan.[4]
Imam
ghazali membagi pengetahuan itu kepada tiga tingkat, yaitu pertma,
Pengetahuan orang awam, maksudnya orang awam menerima pengetahuan
tanpa mau menyelidiki. Contohnya, Ada orang yang mengatakan di rumah itu ada
orang. Orang awam, tanpa menyelidiki kebenaran secara langsung percaya saja.
Kedua, Intelektual , yaitu mereka akan menyelidiki kebenaran
berita tersebut dengan mengadakan analisa data-data yang ada. Apakah benar ada
orang di sekitar rumah itu. Ketiga, Para Sufi, mendapatkan berita yang seperti
itu, tidak menerima saja dan tidak juga meneliti data-data yang membenarkan
berita tersebut, tetapi langsung membuka
pintu rumah, sehingga mereka dapat melihat langsung orang di dalamnya.[5]
Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang
dimiliki manusia ada empat, yaitu:
1. Pengetahuan
biasa,yakni pengetahuan yang dalam filsafat dkatakan dengan istilah
coomonsens Dan sering diartikan
dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia
menerima secara baik.
2. Pengetahuan
ilmu, yakni ilmu sebagai
terjemahan dari science.Dalam
pengertian yang sempit scince diartikan
untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifat yang kuantitatif pada
objektif.[6]
3. Pengetahuan
agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari tuhan lewat
Rasul-rasulnya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para
pemeluk agama.
4. Keempat,
pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universal dan ke dalam dan kajian tentang sesuatu.[7]
B. PENGERTIAN
ILMU AGAMA
Pengertian
agama, ada tiga istilah yang dikenal tentang agama, yaitu agama,
religi, dan din. Secara etimologi, kata agama berasala dari bahasa sangsekerta,
yang berasal dari akar kata a dan gama. A artinya tidak dan gama kacau. Jadi agama
artinya tidak kacau atau teratur. Maksud agama adalah peraturan yang dapat
membebaskan manusia dari kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya.
Sedangkan
kata religi ialah suatu tata kepercayaan atas adanya yang agung
di luar manusia, dan suatu tata penyembah kepada yang agung tersebut.
Dan kata
din ialah patuh dan taat, undang-undang, peraturan dan hari
kemudian. Maksudnya, orang-orang yang ber din ialah orang yang patuh dan taat
terhadap peraturan dan undang-undang Allah untuk mendapatkan kebahagiaan di
akhirat.[8]
Menurut Edgar sheffield Brightiman agama ialah suatau unsur mengenai
pengalaman-pengalaman yang dipandang nilai yang tertinggi, pengabdian kepada
suatu kekuasaan-kekuasaan yang di percaya sebagai sesuatau yang terjadi asal
muala yang menambah dan melestarikan nilai-nilai, dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan
serta pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara-upacara yang
simbolis maupun melalui perbuatan-perbuatan yang lain yang bersifat
perseorangan, dan kemasyarakatan.[9]
C.
SUMBER-SUMBER
PENGETAHUAN
1.
Empiris
Pengalaman yang di maksud ialah pengalamn
inderawi. Pancaindra mendapatkan kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata
dan kesan-kesan itu berkumpul dalam diri manusia. Menurut Hume pengalamanlah
yang memberikan informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang di amati sesuai
dengan waktu dan tempat.[10]
Pengetahuan inderawi dan akal, menurut
Al-Ghazali, tidak bisa diyakini kebenarannya. Pancaindra sering berbohong
karena bayangan pohon yang dianggap oleh mata tidak bergerak, ternyata dalam
waktu tertentu berpindah tempat. Akal juga demikian, ketika seseorang bermimpi
tentang sesuatu, dia merasakan bahwa kejadian itu benar-benar ada dan terjadi.
Namun, ketika dia bangun hal itu tidak ada sama sekali. Karena itu, Al-Ghazali
menggambarkan kehidupan dunia ini bagaikan orang tidur, nanti kalau di akhirat
setelah mati mereka bangun dan sadar bahwa apa yang di dunia ini semuanya
berupa mimpi.[11]
2.
Rasionalisme
Rasionlisme, aliran ini menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengrtahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal. Manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
3.
Intuisi
Intuisi, menurut Henry Bergson intuisi adalah
hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan
insting, tetapi bebeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan
ini memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu
pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pegetahuan yang nisbi.
Dalam
tasawuf, intuisi disebut dengan ma’rifah, yaitu
pengetahuan yang datang dari Allah melalui pencerahan dan penyinaran.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secra teratuur, intuisi
tidak dapat diandalakn. Pengetahuan dapat dipergunakan sebgaai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam mnentukan benar tidaknya pernyataan yang
dikemukakan. Kemampuan menrima pengetahuan seacra langsung itu diperoleh dengan
cara latihan yang dalam istilah disebut Riyadhah. metode ini secara umum
dipakai dalam thariqat atau Tasawuf. Konon, kemampuan orang-orang itu sampai
bisa melihat tuhan, berbincang dengan tuhan, melihat surga, neraka, dan alam
gaib lainnya.
4.
wahyu
wahyu, adalah pengetahuan yang disampaikan oleh
Allah swt kepada manusia lewat perantara para Nabi. Para Nabi memperoleh
pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa berusha payah, tanpa memerlukan waktu
untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta .
tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkannya pula jiwa mereka unutk
memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.[12]
D. SUMBER-SUMBER ILMU AGAMA
D. SUMBER-SUMBER ILMU AGAMA
1.
Alqu’an
Al-Qur’an merupakan sumber ajaran islam yang
pertama dan utama. Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman, sama
benar dengan yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada Nabi Muhammad sebagai
Rasul Allah secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari,
mula-mula turun di Mekkah kemudian di madinah.
Al-Qur’an yang menjadi sumber nilai dan norma umat
islam itu terbagi ke dalam 30 juz, 114 surat lebih dari 6.000 ayat, 74.499 kata
atau 325.345 huruf. Tentang jumlah ayat ada perbedaan pendapat di antara para
ahli ilmu Al-Qur’an.
Dapat di simpulkan bahwa Al-Qur’an yang turun
sedikit demi sedikit selama 23 tahun(dibulatkan) yang isinya antara lain : 1.
Pentujuk mengenai aqidah yang harus diyakini oleh manusia. 2. Petunjuk mengenai
syari’at yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah
dan sesame manusia. 3. Petunjuk akhlak, mengenai yang baik dan buruk. 4.
Kisah-kisah umat manusia di zaman masa lalu.[13]5.
Janji dan ancaman. 6. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah
ketuhanan, manusia, masyarakat maupun tentang alam semesta.
2. As-Sunnah
Etimologi, jalan / tradisi, kebiasaan,
adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.
Terminologi, berita / kabar, segala perbuatan,
perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.
Kedudukan As-Sunnah apabila As-Sunnah / Hadits
tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami
kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji,
mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal
tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara
rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk
menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan
secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah
perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat
teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah /
Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan
dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.[14]
3.
Ijma’
Ijma’ ialah kesepakatan semua mujtahid dari
ijma’ umat Muhammad Saw. Dalam suatau masa setelah beliau wafat terhadap hokum
syara’.
Pengertian di atas dapat diketahui ijma’ bisa
terjadi bila memenuhi kriteri yaitu: 1. Yang bersepakat adalah para Mujtahid.
2. Bersepakat seluruh Mujtahid. 3. Mujtahid Harus Umat Muhammad Saw. 4.
Dilakukan setelah Wafatnya Nabi. 5. Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan
syara’.[15]
4.
Qiyas
Qiyas ialah merupakan ciptakan manusia, yakni
pandangan mujtahid. Penunjukan
Abu Bakar Imam di Qiyaskan pada penunjukan beliau sebagai khalifah dan hal itu
disepakati oleh semua sahabat, jelaslah bahwa qiyas merupakan landasan hokum
ijma’.[16]
E. INTERKONEKSI ANTARA ILMU PENGETAHUAN, AGAMA DAN AKHLAK
Perpaduan ilmu pengetahuan dengan agama dan
akhlak dikonsepkan oleh Al Ghazali sebagi al ma’rifah. Al Ghazali
menerangkan jalan menuju ma’rifah sebagai kerinduan rohani untuk mengenal Tuhan
dengan hati nurani melalui tingkat-tingkat ilmu pengetahuan. Al ma’rifah
menjadi tingkat yang tertinggi di dalam pengetahuan dan kesadaran rohani
manusia terhadap Tuhan.
Al Ghazali mengemukakan hubungan yang erat dan
tak terpatahkan antara ilmu pengetahuan dengan agama dan akhlak. Hubungan inilah
yang sedang dicari kembali dalan dunia ilmu pengetahuan modern terutama dalam
bahasan mengenai islamisasi ilmu pengetahuan. Mengingat adanya kebutuhan
kembali pada agama karena perkembangan jiwa manusia yang semakin lama semakin
memprihatinkan, bahasan mengenai mengenal Tuhan lewat ilmu pengetahuan adalah
tema yang penting.
Manusia modern dinilai telah sangat rasional.
Maka, ilmu pengetahuan sudah selayaknya menjadi jalan utama mengenal Tuhan,
untuk menjadi insan kamil atau manusia yang sempurna.
Konsep tentang ma’rifah menjadi dasar
penjelasan Al Ghazali dalam teorinya tentang “ilmu pengetahuan yang sejati”. Ia
mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa amal adalah gila, sedangkan amal
tanpa ilmu adalah tidak sah. Ilmu pengetahuan semata-mata tidak menjauhkan dari
berbuat dosa dan kejahatan, dan tidak pula mendekatkan kepada perbuatan taat
dan kebaikan sewaktu hidup di dunia. Sedangkan untuk akhirat, ilmu itu tidak
sanggup membebaskan manusia dari hukuman neraka.
Al Ghazali menegaskan bahwa seseorang yang
telah mencapai tingkat arifin atau ma’rifah adalah mereka yang menyatupadukan
ilmu pengetahuan dengan keimanan (agama), sehingga mereka memiliki hasrat untuk
beramal dengan sesungguhnya dan mewujudkan pendidikan akhlak.[17]
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu
adalah hasil dari pengalaman manusia dari suatu penelitian dengan melalui
penelitian, dan eksperimen yang akhirnya mengambil suatu hipotesis lalu
menentukan suatu kesimpulan deduktif dan induktif. Ilmu disusun berdasarkan
bahasa, logika yang dapat membantu manusia memecahkan suatu masalah.
A
artinya tidak dan gama kacau. Jadi agama artinya tidak kacau atau teratur.
Maksud agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan
yang dihadapi dalam hidupnya.
Sumber
ilmu, empiris, Rasionalisme, Intuisi, Wahyu.dan sedangkan sumber agama ialah
Al-Aqur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
Saran
Dari
makalah di atas sangat jauh dari sempurna, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran. Yang dimana sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah. Dan
penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kesalahan dari segi bahasa utamanya
dari segi sastra bahasa, dan susunan
kata. Demikian. Maka itu penulis demi kesempurnaan makalah ini.
REFERENSI
Burhanuddin.
Logika Material FilsafatIlmu Pengetahuan.(RinekaCipta,
Cet. Ke- I. Jakarta. 1997).
Syafaruddin.
Filsafat Ilmu Mengembangkan Kerativitas Dalam Proses Keilmuan.(Cita
Pustaka Media Perintis, Cet-Kedua. 2010).
Amsal
Bakhtiar. Filasafat Ilmu. (Pt. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-10.
Jakarta. 2011)
Amsal
Bakhtiar. Filsafat Agama Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan Manusia.(Pt.Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2009).
Lely
Risnayati Daulay. Bahan Filsafat Umum Pendidikan Agama Islam. (Medan
September, 2011).
Inu
kencana Syafi’i. filsafat Kehidupan.(
Bumi Aksara, Cet,. Ke-1. Jakarta,
1995).
Mohammad
Al-Farabi. Metode Study Islam. (Medan 1 september. 2012).
http://blog-madesu.blogspot.com/2013/02/sumber-sumber-ajaran-dasar-agama-islam.html
Rachmat
Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih. (Pustaka Setia Bandung, Cet ke-IV. 2010).
http://pemikiranibnukhaldun.blogspot.com/2011/04/ilmu-pengetahuan-agama-dan-akhlak.html
[1]Burhanuddun. Logika Material FilsafatIlmuPengetahuan.(RinekaCipta,
Cet. Ke- I. Jakarta. 1997).Hlm. 29-30
[2] Syafaruddin. Filsafat Ilmu Mengembangkan Kerativitas Dalam
Proses Keilmuan.(Cita Pustaka Media Perintis, Cet-Kedua. 2010). Hlm. 36.
[3] Amsal Bakhtiar. Filasafat Ilmu. (Pt. Raja Grafindo Persada,
Cet. Ke-10. Jakarta. 2011). Hlm.85
[5] Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan
Manusia.(Pt.Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2009). Hlm. 51.
[6] Ibid. Hlm. 87.
[7] Burhanuddun. Logika Material FilsafatIlmuPengetahuan.(RinekaCipta,
Cet. Ke- I. Jakarta. 1997).Hlm.28.
[8] Lely Risnayati Daulay. Bahan Filsafat Umum Pendidikan Agama
Islam. (Medan September, 2011). Hlm. 23-24.
[9] Inu kencana Syafi’i. filsafat Kehidupan.( Bumi
Aksara, Cet,. Ke-1. Jakarta, 1995).
hlm.55.
[10] Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan
Manusia. (Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2009). Hlm. 41-43.
[11] Ibid, hlm. 52.
[13] Mohammad Al-Farabi. Metode Study Islam. (Medan 1 september.
2012). Hlm. 99-101
[15] Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih. (Pustaka Setia Bandung,
Cet ke-IV. 2010). Hlm. 69-71.
[16] Ibid, hlm. 86-88.
0 komentar:
Posting Komentar