Belajar
a.
Pengertian Belajar
Sebagai
landasan penguraian apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan
dikemukakan beberapa definisi belajar di antaranya menurut Slameto yang menyatakan
bahwa balajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi lingkungannya.[1]
Moh
Uzer Usman manyatakan bahwa belajar adalah sebagai proses perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu
dengan lingkungannya.[2]
Sedangkan
menurut Ernest R. Hilgar sebagaimana dikemukakan oleh Toto bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan,
perubahan itu disebabkan karena adanya dukungan dari lingkungan yang positif
yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif.[3]
Berdasarkan
pendapat para ahli tentang belajar dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
adalah perubahan berarti pada seseorang yang telah mengalami proses belajar,
akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan,
maupun aspek sikap. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan.
Kriteria keberhasilan dalam belajar di antaranya ditandai dengan terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Berhubungan
dengan belajar, sebagaimana terdapat dalam surah al-Taubah ayat 122:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Aratinya:
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.[4]
Berdasarkan
ayat di atas, Allah swt. melarang mereka pergi ke medan perang, adanya perintah
agar sebagian manusia pergi memperdalam ilmu pengetahuannya dan menyebarluaskan
wilayahnya, dengan maksud supaya terjadi proses pembelajaran sesudah dia
kembali ke masyarakat.[5]
Rasullullah
saw. bersabda dalam hadisnya:
عَنْ
اَنَسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ, وَ اِنَّ طَالِبَ
العِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْ حَتَّى الْحِيْتَانَ فِي الْبَحْرِ (رواه
ابن عبد البر)
Artinya:
Dari
Anas ra. berkata Rasulullah saw. bersabda: menuntut ilmu itu wajib atas setiap
orang Islam, karena sesungguhnya semua makhluk sampai binatang-binatang yang
ada di laut memohonkan ampun untuk orang yang menuntut ilmu
(HR. Ibnu Abdul Bar).[6]
Berdasarkan
hadis di atas besar pahalanya mencari ilmu pengetahuan dan mencari ilmu
pengetahuan wajib atas tiap-tiap muslim, sehingga ikan-ikan di lautan turut
mendoakannya, meminta ampun kepada Allah swt. untuknya dan tidak itu juga
seluruh isi dunia memohon ampun kepadanya. Alangkah mulianya orang yang mencari
ilmu pengetahuan.
Rasulullah
saw. juga menjelaskan bahwa Allah swt. akan memudahkan jalan orang yang
menuntut ilmu, seperti hadis Nabi saw. sebagai berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
يَحْيَى التَّمِيمِيُّ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُحَمَّدُ بْنُ
الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ-وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى، قَالَ يَحْيَى:
أَخْبَرَنَا وقَالَ الْآخَرَانِ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ،
عَنْ أَبِي صَالِح عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ
أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ
بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ
عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ،
وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ،
Artinya:
Yahya bin Yahya
At-Tamimi, Abu Bakr bin Abu Syaibah, dan Muhammad ibnul 'Ala` Al-Hamdani telah
menceritakan kepada kami. Dan lafazh ini milik Yahya. Yahya berkata: Telah
mengabarkan kepada kami. Dua yang lain berkata: Abu Mu'awiyah mengabarkan
kepada kami, dari Al-A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Beliau
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Barangsiapa yang
melepaskan dari orang mu`min satu kesusahan dari berbagai kesusahan dunia, maka
Allah akan melepaskan darinya kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat.
Dan barangsiapa memberi kemudahan bagi orang yang kesulitan, maka Allah akan mudahkan
dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka
Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong
hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Dan barangsiapa menempuh satu
jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju
surga. Tidaklah satu kaum pun yang berkumpul di dalam satu rumah dari
rumah-rumah Allah, mereka membaca dan saling mempelajari Kitab Allah di antara
mereka, kecuali ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat akan meliputi
mereka, malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah menyebut mereka kepada
para malaikat di sisi-Nya. Barangsiapa amalnya memperlambatnya, nasabnya tidak
akan bisa mempercepatnya (HR. Muslim)[7]
[1]Slameto, Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 2.
[2]Moh Uzer Usman,
Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), h. 5.
[3]Toto Rumimat, Perencanaan
Pembelajaran (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depatemen Agama
RI, 2009), h. 54.
[4]Departemen
Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (Bandung: Jumanatul ‘Ali-Art, 2004),
h. 206.
[5]M. Quraish
Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasihan Alquran,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet. I. Vol.V,
h. 290.
[6]Imâm Jalâluddîn
bin Abû Bakr as-Suyûthî, al-Jâmi‘us Shagîr Fî Ahâdîsi Al-Basyîri
An-Nadzîr (Beirut: Lebanon, Dâr Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2004), jilid II, h.
325.
[7]Imām Abi
Al-Husāin Muslim Bin al-Hajj, Shahih Muslim (Riyad
Arab Saudi: Dar ‘Alimu al Kutub,1996), No. 2699. jilid IV. h. 2074.
0 komentar:
Posting Komentar